Rabu 07 May 2014 13:52 WIB

Iran: Ada Perusak yang Tak Suka Proses Kesepakatan Nuklir

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Mansyur Faqih
fasilitas nuklir Iran
Foto: frontpagemag.com
fasilitas nuklir Iran

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Wakil Menteri Luar Negeri untuk Urusan Hukum dan Internasional Iran Seyed Abbas Araqchi mengatakan ada perusak dan kekuatan gelap yang mencoba menggagalkan upaya kesepakatan nuklir dengan Barat.

Araqchi yang juga salah satu dari tiga anggota tim negosiasi mengatakan Iran berharap kesepakatan bisa tercapai sebelum tenggat waktu 20 Juli. Pembicaraan tahap baru dilakukan Selasa di New York.

Dia mengingatkan ada banyak jebakan, termasuk sangat kurangnya kepercayaan antara Amerika dan Iran. Kemudian isu teknis penyelenggara yang saling terkait dan adanya upaya dari luar untuk menghancurkan proses kesepakatan itu.

"Perusak di mana-mana. Mereka tidak ingin perjanjian terwujud. Ada kekuatan gelap yang tidak suka proses ini. Jelas, beberapa orang tidak ingin menyelesaikan persoalan ini secara damai dan logis," kata Araqchi saat wawancara eksklusif di kementerian luar negeri di Teheran kepada Guardian, Selasa (6/5).

Dia menambahkan tidak ingin menggunakan istilah penghasut perang. Namun para perusak itu menginginkan adanya krisis berkepanjangan di Iran. Mereka tidak ingin sanksi terhadap Iran berakhir. 

Mereka juga tidak ingin Iran menjadi pemain besar di kawasan, meski sebenarnya hal itu sudah terjadi. Araqchi tidak menyebut nama negara, tapi dari pernyataannya tersirat perusak itu adalah pemerintahan Israel. 

Israel selama ini meyakini Iran mengembangkan senjata nuklir. Klaim tersebut disangkal Iran. Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu sangat kritis terhadap pembicaraan antara Iran dan negara P5+1. Yakni lima negara anggota Dewan Keamanan PBB ditambah Jerman. 

Araqchi menggarisbawahi, partai sayap kanan Republik di Kongres AS menentang kesepakatan sementara yang dicapai di Jenewa November lalu. Dalam perjanjian itu Iran mendapat keringanan sanksi karena membatasi program nuklirnya. Kongres belum memutuskan hasilnya.

Dia mengakui tim perundingan mengalami tekanan di Iran. Kelompok garis keras mengutuk konsesi sebelumnya. 

Araqchi mengatakan Iran merupakan masyarakat pluralis, sehingga ada banyak gagasan dan pendapat yang berbeda. Ada masyarakat yang menganggap Iran seharusnya tidak bernegosiasi sama sekali.

"Ada sebagian orang di majelis (parlemen) yang sangat kritis dan kami harus menjawabnya. Kami mendengarkan semua saran," kata dia.

Tim perunding ditekan agar kesepakatan segera tercapai. Meski suasana pembicaraan berjalan kekeluargaan dan membangun, memiliki tanggung jawab bernegosiasi membuat mereka stres.

Anggota tim lain adalah Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dan Wakil Menteri Luar Negeri untuk Eropa dan Amerika Majid Takht-Ravanchi. Menurut Araqchi mereka merasa didukung oleh sebagian besar warga dan seluruh struktur politik. Namun, bukan berarti tidak ada kritik.

Dia mengatakan, pembicaraan berjalan ke arah yang seharusnya. Apakah pembicaraan akan berujung pada kesepakatan adalah persoalan lain. Yang jelas mereka serius dan memiliki itikad baik.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement