REPUBLIKA.CO.ID, NOUACKCHOTT -- Seorang wanita mengajukan tawaran langka untuk menjadi presiden Mauritania, satu negara Afrika Barat yang dijalankan berdasarkan hukum Islam yang ketat, kata Dewan Konstitusi negara itu Rabu.
"Lalla Mariem Mint Moulaye Idriss mengajukan pendaftarannya di Dewan Konstitusi berisi pencalonannya untuk pemilihan presiden 21 Juni," kata lembaga itu dalam satu pernyataan.
Idriss, 57 tahun, calon independen, adalah wanita kedua yang pernah berupaya di pemilu dalam pemilihan presiden di Mauritania, setelah pencalonan Aicha Mint Jedeine tahun 2003.
Perempuan dinilai jarang diwakili di negara Islam itu, dengan menempati hanya 20 persen dalam pos-pos pemilihan. Seruan untuk kesetaraanpun mulai tumbuh.
Lalla, menikah dengan empat anak, adalah kepala lembaga kantor berita Mauritania AMI.
Dua kandidat lainnya juga mengajukan niat mereka untuk mencalonkan diri saat tengah malam batas waktu terakhir.
Mereka adalah Presiden Mohamed Ould Abdel Aziz - yang berupaya dipilih kembali - dan Boidel Ould Houmeid kepala partai moderat El-Wiam yang saat ini memiliki tujuh anggota DPR di parlemen 147-kursi.
Koalisi oposisi Forum Nasional untuk Demokrasi dan Persatuan (FNDU) mengatakan Senin bahwa pihaknya memboikot pemungutan suara setelah kemandekan dalam dialog dengan pemerintah.
FNDU menggabungkan gerakan Islam Tewassoul dan 10 partai sekutu dalam Koordinasi untuk Oposisi Demokrat, yang memboikot parlemen dan pemilihan kota tahun lalu.