REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK-- Media yang memuat pemberitaan mengenai gejolak politik Thailand menjadi sasaran kekerasan dan penyerangan. namun, kebanyakan kasus tidak dilaporkan. Dilansir kantor berita Bernama, dalam beberapa bulan belakangan sejumlah jurnalis lokal dan asing memilih tidak menulis serangan atau intimidasi yang mereka alami.
Kelompok Koresponden Asing Thailand (FCCT) mengatakan dengan begitu mereka berharap hal itu akan mencegah media jadi target penyerangan. Insiden terbaru terjadi Rabu di luar Mahkamah Konstitusi saat pengadilan tengah membacakan vonis bagi mantan perdana menteri Thailand Yingluck Shinawatra.
Peristiwa tersebut menjadi serangan kedua dalam enam bulan sejak jurnalis foto Jerman Nick Nostitz bentrok dengan pasukan keamanan Komite Reformasi Demokrasi Rakyat (PDRC). Saat itu, Nostitz sedang duduk dekat pintu masuk pengadilan dan mengenakan gelang Asosiasi Jurnalis Thailand (TJA) hijau. FCCT mengatakan dia lantas diminta untuk menemui "Luang Bu".
Karena menolak dia didorong dengan keras di bagian dada dan dipaksa ikut bersama pasukan keamanan itu. Polisi memisahkan mereka saat teriakan dari Nostitz dan jurnalis lain terdengar. Dia kemudian berlindung di dalam pengadilan dan dibawa keluar dengan menggunakan mobil polisi secara diam-diam.
"Di masa sulit dalam perkembangan politik Thailand saat ini, FCCT meminta kelompok politik yang terlibat menghormati hukum yang mengizinkan jurnalis bekerja tanpa halangan, tanpa melihat latar belakang media atau kebangsaan mereka," kata FCCT.
Dia menambahkan kekerasan terhadap media melanggar konstitusi dan menghalangi pemberitaan yang objektif mengenai situasi politik yang kompleks dan berkembang. Hal itu juga mengalihkan perhatian dari isu-isu kepentingan publik.