REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) John Pieris menilai perlu memperkuat sistem presidensial agar Kepala Negara dalam kewenangannya tidak terlalu digerogoti oleh campur tangan parlemen.
"Sistem presidensial kita harus diperkuat agar kewenangan Kepala Negara dalam hal mengangkat Panglima TNI, Jaksa Agung dan pejabat tinggi negara lainnya, parlemen tidak terlalu campur tangan," kata John Pieris dalam Dengar Pendapat Umum, Penataan Sistem Ketetanegaraan Indonesia Melalui Perubahan UUD Tahun 1945, di Ambon, Kamis.
Kegiatan Dengar Pendapat Umum diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku.
Menurut John, sistem presidensial (presidensiil) atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasaan legislatif.
"Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat. Presiden juga memiliki hak prerogatif (hak istimewa) untuk mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen," ujarnya.
Karena itu, para menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif bukan kepada kekuasaan legislatif.
"Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif. Karena itu, Presiden harus lebih kuat agar jangan dirongrong oleh parlemen," ucap John.
"Dalam hal mengevaluasi kinerja Presiden, DPD dan DPR bisa saja melakukannya tetapi tidak sampai merongrong kewibawaan dan jabatannya, karena ada mekanisme sesuai persyarat Undang-undang," katanya lagi.
Ia menegaskan juga bahwa dalam sistem ketatanegaraan, DPR harus diperkuat, terutama dalam fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, karena tiga fungsi tersebut saat ini sangat lemah.
"Kita sudah mengamandemen UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. dalam amandemen itu dikatakan bahwa DPD mempunyai kewenangan membahas UU tetapi hanya sampai pada tingkat pertama saja," ujarnya.
Sementara Mahkamah Konstitusi (MK) merumuskan UU sampai tingkat terakhir, itu berarti UU tersebut harus direvisi kembali.
Karena itu, ke depan perlu ada amandemen ke lima terhadap UUD 1945, dan usul DPD agar pasal 20 ayat (1) UUD 1945 direvisi. Kalau sekarang DPR punya kekuasaan membuat UU, maka dalam revisinya DPR harus bersama-sama dengan DPD supaya bisa mengawal aspirasi daerah.
"Kepentingan-kepentingan dari daerah itu harus diperhatikan seperti otonomi daerah, pemetaan wilayah, penggabungan daerah termasuk UU Perbatasan Negara karena daerah lebih tahu dari pada partai politik," kata John Pieris.