REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes TNI AD akan memberdayakan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sebagai hacker. Mereka akan mendapat pelatihan teknologi informasi komunikasi (ICT) untuk mengamankan sistem keamanan negara.
Kepala Staf TNI AD, Jendral Budiman mengatakan, penguasaan teknologi informasi (IT) bagi prajurit sangat penting. Karena kemampuan pertahanan dan keamanan bergantung pada pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Kami akan berdayakan kopassus karena pada level pengembangan, mereka rata-rata memiliki kemampuan IQ yang tergolong tinggi," kata Budiman dalam jumpa pers nota kesepahaman (MoU) antara Mabes TNI AD dan Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII), Jakarta, Jumat (16/5).
Dia menambahkan, satuan TNI AD kerap kali menjadi incaran pera peretas di dunia maya. Pertempuran antarnegara ke depan pun tak lagi ditentukan persenjataan berat, tapi penguasaan teknologi. Karenanya, TNI mengadakan MoU dengan FTI.
Ia menyatakan, selama ini sudah melangsungkan kerja sama dengan para ahli IT. Meski pun belum ada kesepakatan formal. Dengan adanya kesepahaman itu, maka prajurit TNI AD akan memperolah pelatihan kemampuan ICT.
"Saya juga berharap, adanya kerja sama ini akan menghasilkan kemandirian sistem ICT TNI AD. Kami tidak mau terus menerus bergantung pada teknologi asing," ujar dia.
Di negara maju, katanya, militer yang memulai riset untuk menemukan teknologi terbaru. Kemudian mereka menyerahkan itu ke pemerintah dan kemudian dijual ke negara sekutu. Terakhir dibuang ke negara yang dianggap kurang mampu.
TNI AD enggan memanfaatkan teknologi buangan yang dinilai ketinggalan zaman. Apalagi kepemilikan asing akan membuka peluang Indonesia untuk disadap. Itulah alasan TNI harus mandiri dan prajurit perlu belajar bagaimana percepatan pengembangan IT.
"Sekarang ini, kami tengah mengembangkan base transceiver station (BTS) di setiap daerah perbatasan, dan tantangan FTII ke depan adalah mengembangkan nanosatelit," kata dia.
Ketua Umum FTII, Sylvia W Sumarlin menambahkan, sudah bekerja sama melakukan pembinaan dan pelatihan hacking ke 30 perwira tinggi, dengan target 100 orang.
Sementara MoU kali ini akan memfokuskan diri untuk membantu pengembangan teknologi TNI AD. "Semua teknologi yang dipakai bernuansa lokal, mulai dari sistem aplikasi dan hardware-nya,” ujar Sylvia.
Sekjen FTII, Irwin Day menambahkan, setiap hari TNI AD menerima sekitar 42 ribu serangan peretas. Mereka umumnya mengincar malware. Aplikasi tersebut bisa memberikan akses pembuat program untuk masuk ke komputer dan mengoperasikannya untuk kepentingan mereka.
"Selain itu adalah scanning jaringan, di mana mereka mencari kelemahan jaringan TNI AD untuk diserang," ujar dia.