Rabu 21 May 2014 17:13 WIB

CIA Hentikan Program Vaksin ‘Palsu’

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Indira Rezkisari
Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat
Foto: Reuters
Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -– Gedung Putih mengumumkan CIA telah menghentikan program  vaksin polio demi keselamatan petugas medis, Selasa (20/5). Program vaksin yang dilakukan sejak sebelum 2011 itu merupakan tameng untuk program tersembunyi CIA dalam upaya mencari Osama Bin Laden.

Program ini telah mengundang serangan dari militan pada petugas vaksin di Pakistan. Lebih dari 60 pekerja vaksinasi polio dan personil keamanan tewas dalam serangan militan antara Desember 2012 hingga April 2014. Sebagian besar dari mereka berada di provinsi Khyber Pakhtunkhwa.

Dalam surat kepada sekolah medis AS, seorang pembantu Gedung Putih mengatakan CIA berhenti melakukan operasi tersebut pada Agustus. ‘’Dengan mempublikasikan hal ini, kami ingin menghilangkan satu pembenaran yang dilakukan grup militan untuk menyerang penyedia layanan medis vaksin,’’ kata juru bicara CIA, Dean Boyd pada BBC.

Kebijakan ini akan dilakukan di Pakistan, di mana polio telah menyebar cepat sejak Taliban melarang kampanye vaksin polio dua tahun lalu. Kasus polio di Pakistan dilaporkan meningkat menjadi 66 kasus sejak Januari. Tahun lalu hanya ada delapan kasus dalam periode yang sama.

Sebelumnya, seorang mediator dengan Taliban Prof Ibrahim Khan mengatakan kelompok militan ingin jaminan bahwa program vaksin tidak dimanfaatkan AS untuk kepentingan lain. Dengan begitu, Taliban bisa mencabut larangan vaksin, itu pun dengan bantuan kesepakatan damai pemerintah.

Saat ini pembicaraan telah terhenti. Kementerian Luar Negeri mengatakan akses pada vaksinasi polio akan masuk dalam agenda pembicaraan selanjutnya.

Dalam surat bertanggal 16 Mei, asisten presiden dalam bidang keamanan dan terorisme Gedung putih Lisa Monaco menulis bahwa direktur CIA John Brennan telah memerintahkan pihaknya untuk menghentikan pemanfaatan operasi program vaksin.

 ‘’CIA juga tidak akan berusaha mencari dan mendapatkan DNA atau materi genetik lainnya untuk dimanfaatkan melalui program-program seperti itu,’’ kata Monaco. Materi genetik yang diperoleh melalui program vaksinasi hepatitis B dilakukan petugas medis dengan mendatangi warga dari pintu ke pintu. 

Hasilnya dilaporkan pada CIA untuk mengonfirmasi keberadaan Osama Bin Laden di kota Pakistan Abbottabad. Pemimpin Al Qaidah ini tewas dalam serangan Mei 2011 oleh pasukan khusus AS.

Dokter-dokter Pakistan yang menjalankan kampanye vaksin ini ikut dipenjara. Salah satunya dokter Shakil Afridi dihukum penjara pada 2012. Langkah ini secara luas dilihat sebagai hukuman atas bantuannya terhadap CIA. Para wartawan mengatakan ia dianggap sebagai pengkhianat oleh badan-badan keamanan Pakistan.

Boyd mengatakan tantangan lain juga muncul dalam program vaksin, seperti tuduhan penyebaran HIV dan program mata-mata yang dilakukan pemerintah barat. Namun ia menegaskan, penting untuk dicatat bahwa kelompok militan memiliki sejarah panjang menyerang pekerja bantuan kemanusiaan di Pakistan.

‘’Serangan-serangan tersebut telah dimulai bertahun-tahun sebelum serangan terhadap kompleks Bin Laden, dan jauh sebelum laporan pers  memuat kleim bahwa CIA mensponsori program vaksinasi,’’ kata dia.

Sementara, Zubair Mufti dari Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan kebijakan ini datang pada waktu yang tepat. Ia berharap hal ini akan berkontribusi pada kesehatan anak-anak. ‘’Program kesehatan masyarakat memang harus difokuskan pada meningkatan taraf kesehatan bukan hal-hal lain,’’ kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement