REPUBLIKA.CO.ID,KIEV -- Warga Ukraina bersiap-siap memberikan suaranya dalam pemilu presiden. Pemilu ini digelar setelah kekisruhan selama berbulan-bulan terjadi di Ukraina dan menggulingkan Presiden Viktor Yanukovych.
Dilansir dari BBC, 18 kandidat pun bersaing dalam pemilu ini yang dinilai sangat penting untuk mempersatukan Ukraina kembali. Namun, separatis pendukung Rusia di Ukraina timur menentang pemilu tersebut. Bahkan, mereka mengganggu proses pemungutan suara yang digelar.
Dalam beberapa akhir ini, sekitar 20 orang juga dilaporkan telah tewas dalam pertempuran antara pemberontak dan pasukan pemerintah. Kekerasan yang terjadi di Luhansk dan Donetsk ini dinilai benar-benar telah mengganggu persiapan pemungutan suara.
Untuk memenangkan pertarungan pilpres ini, setiap kandidat harus mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Jika tidak, putaran kedua pun akan digelar pada 15 Juni nanti. Perdana Menteri Arseniy Yatsenyuk pun mendesak warganya untuk memberikan suaranya pada Sabtu lalu.
"Ini merupakan bentuk ekspresi keinginan warga Ukraina di seluruh wilayah, dari timur, barat, utara, dan selatan," katanya.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan akan menghormati hasil pemilu Ukraina. Ia pun menyatakan akan siap bekerja sama dengan siapapun presiden yang terpilih.
Sedangkan, para separatis pendukung Rusia telah memperingatkan warganya untuk tidak memberikan suaranya. "Jika perlu kami akan kembali menggerahkan pasukan," kata Denis Pushilin, pemimpin Republik Rakyat Donetsk.
Separatis di Donetsk dan Luhansk sebelumnya telah menyatakan pemisahan diri dari Ukraina dan menggelar referendum pada 11 Mei. Namun, langkah itu tidak diakui oleh Ukraina maupun negara Barat.