Kamis 29 May 2014 07:53 WIB

Penggunaan Zakat Harus Taktis dan Strategis (2-habis)

Pembagian zakat.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono/c
Pembagian zakat.

Oleh: M Fuad Nasar*

Jika diamati delapan asnaf penerima shadaqah (zakat) di dalam Al Quran surat At Taubah ayat 60 (yaitu orang-orang fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharimin, fi sabilillah dan ibnu sabil) telah mencakup tujuantujuan taktis dan strategis zakat.

Oleh karena itu, penggunaan zakat harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia perorangan dan guna menjamin kemaslahatan umum yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.

Pandangan seputar zakat yang disampaikan Prof Dr Sri-Edi Swasono tahun 1984 atau jauh sebelum lahirnya Undang-Undang Pengelolaan Zakat masih relevan dan kontekstual dengan situasi sekarang.

Dikutip dari Suara Masjid No 118 edisi 1 Juli 1984, menurut Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia (UI), mantan Asisten Menteri Negara/Ketua Bappenas dan pernah menjadi Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Pembangunan itu, jika zakat ingin ditingkatkan peranan dan pengaruhnya, maka zakat harus diintegrasikan ke dalam sistem perekonomian nasional.

Zakat memang perlu diperhitungkan dan diambil manfaatnya dalam rangka perekonomian negara kita yang masih menghadapi “resources gap” dalam pembangunan ekonomi, tutur menantu Bung Hatta itu.

Menurut Sri-Edi Swasono, dengan meningkatkan peranan dan pendayagunaan zakat, tidak saja zakat lebih dapat diandalkan dan lebih berperan serta berdaya-guna, tetapi peranan Islam dalam perekonomian nasional secara makro juga akan meningkat secara nyata, dan umat Islam dapat lebih aktif mengisi dan ikut mengarahkan jalannya ekonomi Indonesia.

Dalam hubungan ini, isu penting pengelolaan zakat dari tahun ke tahun di tengah problema kemiskinan bangsa, ialah berkisar seputar persoalan bagaimana mengupayakan agar zakat yang dihimpun oleh amil semakin meningkat dan umat Islam lebih mudah mengakses sumber dana zakat khususnya bagi yang membutuhkan dan berhak menerima.

Untuk itu, diperlukan sistem regulasi yang efektif, manajemen yang baik dan terbuka, serta pengawasan dan akuntabilitas lembaga pengelolanya. Wallahu a’lam.

*Wakil Sekretaris Badan Zakat Nasional (Baznas).kolom zakat, pengelolaan zakat, penggunaan zakat

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement