REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fuji Pratiwi
Tekanan juga dialami minoritas Muslim Srilanka oleh Mayoritas non-Muslim.
Sejak 1980-an, Pemerintah Sri Lanka memiliki Departemen Agama dan Budaya Islam. Tugasnya ialah menjembatani aspirasi Muslim yang selama ini terisolasi.
Selama abad ke-18 dan ke-19, Muslim dari Jawa, Indonesia dan Malaysia, yang dibawa oleh Pemerintah Kolonial Belanda dan Inggris, turut menyumbang jumlah populasi Muslim di negeri seluas 66 ribu kilometer persegi itu.
Keturunan mereka kini disebut Muslim Melayu. Jumlah umat Islam kian bertambah dengan kedatangan Muslim dari India pada abad 19 dan 20.
Saat Sri Lanka dan Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda pada abad ke-18, Muslim Indonesia dipekerjakan sebagai tentara kolonial, staf penjara, dan pemadam kebakaran di Sri Lanka. Ada juga yang merupakan 'warga buangan' (eksil) yang tak pernah bisa kembali ke Indonesia.
Murad Jayah dalam bukunya, The Ploght of the Ceylon Malys Today, menyebut pada 1709, Raja Jawa, Susana Mangkurat Mas, dibuang ke Sri Lanka oleh pemerintah Belanda. Pada 1723, sebanyak 44 pangeran di Jawa dan pengikutnya yang menyerah dalam perang di Batavia juga ikut dibuang ke sana.
Meski jumlah Muslim Melayu hanya sekitar lima persen dari jumlah Muslim di Sri Lanka, mereka tetap mempertahankan identitasnya dengan tetap berbahasa Melayu.
Bahasa ini juga memengaruhi ragam kosakata bahasa Tamil. Sama seperti Muslim Moor, Muslim Melayu pun umumnya merupakan pengatut Islam Sunni.
Keturunan India
Meski etnis India sudah lama datang ke Sri Lanka untuk berdagang sejak abad ke-3, populasi Muslim India berkembang pesat justru melalui perdagangan di era kolonial. Sebagian datang pada masa pendudukan Portugis, sebagian lainnya menyusul di kala Inggris mulai menguasai India.
Mayoritas dari mereka berasal dari negara bagian Tamil Nadu dan Kerala. Muslim etnis India diperkirakan berjumlah sekitar 30 ribu orang. Muslim Pakistan juga bisa ditemui di Sri Lanka meski jumlahnya hanya sekitar 3.000 orang.