REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Islam dari Universitas Islam Negeri Jakarta Profesor Huzaemah Tahido Yanggo berpendapat, hukuman mati bisa diterapkan kepada pelaku kejahatan seksual, karena dalam hukum Islam perkosaan dipandang sebagai salah satu kejahatan sadis.
Huzaemah mendefinisikan, perkosaan sebagai pemaksaan hubungan seksual terhadap perempuan atau tanpa kehendak yang disadari oleh pihak perempuan.
"Pelakunya berdosa dan harus dihukum berat, yaitu dihad (dicambuk atau dirajam) sesuai hukuman bagi pelaku zina, ditambah hukum ta'zir, yaitu hukuman tambahan yang ditetapkan oleh hakim, tergantung pada jenis kejahatan yang dilakukan," katanya dalam acara Bahtsul Masail Rakernas Muslimat NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (31/5).
Sementara itu, Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ali Mustofa Yaqub mendefinisikan pemerkosaan sebagai pemaksaan perbuatan zina.
"Jika menggunakan definisi Ibu Huzaemah, nanti seorang suami yang karena sesuatu hal memaksa istrinya berhubungan seksual bisa disebut pemerkosa juga. Tapi jika didefinisikan sebagai pemaksaan perbuatan zina, maka bisa dikenai dua hukuman, yakni pemaksaan dan hukuman zina," ucapnya.
Mustofa sependapat bahwa pemerkosa bisa dikenakan hukuman mati dengan dasar bahwa hukuman bagi pezina saja bisa dicambuk atau dirajam maka ketika perzinahan tersebut dilakukan dengan paksaan bisa dihukum lebih berat.
"Dalam ushul fiqh ada bab ikrah (pemaksaan). Yang dibahas pada bab ini justru tentang hukum bagi si korban yang dipaksa. Bahwa pembebasan hukuman berlaku karena ikrah. Sementara hukuman bagi pelaku tidak ada had, tetapi ta'zir ini boleh lebih berat dari had. Hal ini berdasarkan pendapat Syekh Abdul Qadir Audah," ujarnya.