REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Sebagian besar warga kawasan lokalisasi prostitusi Dolly, Jarak, Surabaya, Jawa Timur (Jatim), sepakat penutupan secara permanen. Sedangkan suara yang tak setuju datang dari para pelaku bisnis maksiat itu.
"Mayoritas warga di kawasan ini menyepakati rencana pemerintah untuk menutup Dolly pada 18 Juni 2014. Suara tidak setuju Dolly ditutup justru datang dari PSK dan mucikarinya,” kata Lilik Rumiyati (58 tahun), warga kawasan Dolly di Putat Jaya Barat, Rabu (4/6) malam.
PSK dan mucikari, menurut dia, adalah orang-orang yang malas, hanya berorientasi mendapatkan uang dalam jumlah besar meskipun melalui jalan haram. “Padahal keberadaan maupun aktivitas prostitusi Dolly sangat merugikan masyarakat sekitar,” ujarnya.
Dia menjelaskan, adanya lokalisasi Dolly di daerah tersebut membuat kawasan setempat tidak aman. Tak hanya itu, para istri yang memiliki suami dan tinggal di daerah tersebut merasa takut kalau suaminya terpaut dalam rayuan PSK di kompleks prostitusi yang sering disebut-sebut terbesar di Asia Tenggara itu.
Namun yang membuat warga paling khawatir, yaitu keberadaan prostitusi Dolly membuat anak-anak kecil terbiasa melihat pergaulan bebas. Kalangan remaja bebas merokok, meminum minuman keras (miras) hingga melakukan seks bebas.
“Kami juga khawatir PSK-PSK yang terkena virus HIV/AIDS menularkan penyakitnya kepada warga. Karena sudah ada beberapa warga yang tertular virus HIV/AIDS,” ungkap Lilik.
Sebenarnya, da ingin segera pindah dari kawasan tersebut. Namun rumahnya tidak kunjung dibeli orang. Mau tidak mau, Lilik akhirnya harus hidup di kawasan tersebut selama 42 tahun dan memendam perasaan keberatannya terkait eksistensi prostitusi Dolly.