REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Cina dan Vietnam menyatakan dukungan terhadap pemerintahan militer Thailand. Demikian kata jurubicara militer Thailand pada Rabu.
Sementara, pendukung pro-militer menggelar unjuk rasa di Kedutaan Besar Australia terkait penurunan status hubungan dwipihak menyusul kudeta pada bulan lalu.
Beberapa pemerintahan asing menyuarakan ketidaksetujuan terhadap kudeta itu, yang membawa Jendral Prayuth Chan-ocha mengambil alih kekuasaan, setelah kemelut politik berbulan-bulan menekan pemerintahan Yingluck Shinawatra.
"Dubes Tiongkok dan Vietnam untuk Thailand bertemu dengan Panglima Besar Jendral Thanasak Patimaprakorn kemarin dan meyakinkan kami bahwa mereka masih mempunyai hubungan baik dengan Thailand dan berharap situasi akan segera kembali normal," kata Yongyuth Mayalarp, jurubicara Dewan Keamanan dan Ketertiban Nasional.
Kementerian Luar Negeri Myanmar mengatakan mengakui pemerintahan militer Thailand yang baru. "Thailand adalah negara berdaulat dan pemerintahan militer ini sudah disetujui oleh raja mereka," kata seorang direktur jendral pada Kemenlu Myanmar kepada Reuters, Rabu.
Sementara, Kemenlu Cina belum memberikan tanggapan atas laporan tersebut. Amerika Serikat dilaporkan telah menghentikan program latihan militer gabungan dengan Thailalnd beberapa hari setelah kudeta pada 22 Mei.
Uni Eropa mendesak militer untuk membebaskan tahanan politik dan mengakhiri penyensoran. Australia menurunkan status hubungan bilateral dengan Thailand pada Sabtu, memberlakukan larangan perjalanan terhadap pemimpin junta dan menghentikan kerja sama pertahanan.