Oleh: Zaim Saidi*
Saat Ramadhan datang, kaum Muslim menggunakannya sebagai momen untuk menghitung dan membayarkan zakat.
Ini, antara lain, dimotivasi agar mendapat pahala berlipat. Tentu saja ini tidak tepat meskipun benar Allah SWT melipatkan pahala setiap perbuatan baik pada Ramadhan. Tapi, sudah pasti itu tidak berlaku bagi zakat. Sebab, zakat, seperti puasa, adalah ibadah wajib tersendiri.
Jadi, membayarkan zakat yang merupakan kewajiban tersendiri itu pada Ramadhan atau bukan sama saja.
Penyandingannya dengan shalat justru menunjukkan bahwa penunaian zakat itu harusnya setiap saat. Pemahaman yang keliru tentang waktu pembayaran zakat yang dikonsentrasikan pada Ramadhan sesungguhnya malah menimbulkan persoalan.
Zakat mal jadi menumpuk dalam masa yang sangat singkat hingga kurang terjadi pemerataan kekayaan dari segi waktu. Karena itu, sangatlah penting bagi setiap muzaki untuk menetapkan haul zakatnya secara lebih tepat dan tidak semata-mata mematok bulan Ramadhan supaya zakat bisa ditarik dan dibagikan setiap hari sepanjang tahun. Hingga ada pemerataan persebaran zakat tersebut.
Selain soal haul, rukun pokok lain dari zakat mal yang harus dipenuhi adalah batas minimal kewajiban atau nisab yang ditetapkan dalam dinar emas dan dirham perak.
Dalam hal ini, Imam Malik (dalam Muwatta) berkata, “Sunah yang tidak ada perbedaan pendapat tentangnya adalah bahwa zakat diwajibkan pada emas senilai 20 dinar sebagaimana pada perak senilai 200 dirham.”
Saat ini hampir semua pihak, termasuk para ulama, menyatakan bahwa nisab zakat mal adalah 85 gr emas. Ini kurang tepat dan menimbulkan persoalan serius.
*Pimpinan Wakala Induk Nusantara (WIN), Pengguna Dinar dan Dirham.