REPUBLIKA.CO.ID, ADELAIDE -- Keingintahuan, belas kasih, dan keinginan untuk membuat perbedaan memotivasi sekelompok pelajar internasional di Adelaide untuk aktif mempromosikan budaya Bumiputera Australia. Kegiatan ini sebagai bagian dari Pekan Rekonsiliasi yang dimulai sejak akhir bulan Mei lalu.
'Pekan Rekonsiliasi' diselenggarakan setiap tahun di Australia dengan tujuan untuk meningkatkan kepedulian atas berbagai persoalan yang dihadapi oleh warga bumiputera Australia. Yaitu suku Aborigin dan warga Kepulauan Selat Torres. Tema pekan rekonsiliasi tahun ini: "Mari Bicara Pengakuan" ditujukan untuk memanggil berbagai aksi nyata.
Pesan ini didengar oleh sejumlah pelajar internasional yang ingin lebih paham apa artinya menjadi warga bumiputera Australia.
Universitas Australia Selatan menyelenggarakan berbagai kegiatan yang dibuat oleh para mahasiswa seperti melukis tradisional, pengumpulan dana, serta makanan dan musik tradisional untuk meningkatkan pemahaman dan mengedukasi teman sesama mahasiswa.
Shantni T, mahasiswa jurusan Penerbangan dari Singapura berpartisipasi sebagai relawan. Dia merupakan anggota dari kelompok yang berusaha meningkatkan pemahaman budaya bumiputera melalui lukisan dan penggalangan dana.
Shantni ikut berpartisipasi dalam kegiatan melukis, ABC International: Daniel Hamilton
“Saya menjadi relawan pada Pekan Rekonsiliasi ini… Saya dari kelompok mahasiswa ‘Your Culture – My Culture’ (Budayamu - Budayaku) jadi pada dasarnya kami berusaha untuk terlibat dengan budaya orang lain. Belajar mengenai budaya orang lain, tradisi dan juga kepercayaan mereka," jelasnya, belum lama ini.
“Saya telah belajar warga Aborigin telah berada di sini lebih dari 40.000 tahun - mereka merupakan ras manusia pertama yang menghuni Australia. Konstitusi saat ini tidak memberikan pengakuan yang setara. Saya hanya tahu mengenai hal ini ketika saya tiba di Australia."
Shantni juga merupakan bagian dari program mentoring yang berusaha membantu para anak muda bumiputera Australia.
“Anak-anak ini tidak percaya mereka bisa sukses di masa depan....jadi sebagai mahasiswa, kami datang ke (komunitas) mereka dan menunjukkan pada mereka bahwa ada orang-orang di luar sana yang percaya pada mereka sehingga mereka bisa mencoba untuk berusaha sekeras mungking dan kemudian menuai sukses."
“Sejauh ini hal ini merupakan pengalaman yang sangat bagus karena anak-anak ini mempunyai banyak potensi, hanya saja mereka kadang berpikir bahwa mereka dianggap sebagai warga kelas dua," jelasnya lebih lanjut.
Radhika Athalye dari India juga menjadi relawan dalam mentoring bumiputera- Australian Indigenous Mentoring Experience (AIME).
Radhika sedang mengamati sebuah lukisan tradisional, ABC International: Daniel Hamilton
“Kami menjadi mentor bagi anak-anak bumiputera untuk belajar lagi setelah mereka berhenti sekolah."
“Sebelum datang ke sini saya hanya tahu kata Bumiputera Australia tetapi tidak paham betapa seriusnya persoalan-persoalan yang mereka hadapi."
“Saya merasa bisa paham denga anak-anak yang saya mentori karena budaya India juga sangat menekankan pentingnya keluarga...keluarga sangat penting bagi mereka tetapi mereka mempunyai struktur keluarga yang berbeda dan hal ini sangat menarik untuk dipelajari."
“Kami senang melihat perubahan pada anak-anak yang kami bantu, ketika mereka pertama datang mereka sangat malu-malu dan akhirnya mereka lebih percaya diri dan ingin berbuat lebih dalam hidupnya," ujarnya.
Mahasiswa keuangan Josh Shyong dari Malaysia istirahat sejenak dari belajar untuk membantu mempromosikan Pekan Rekonsiliasi dan belajar mengenail warga Aborigin Australia.
Bersama dua mahasiswa lainnya, Jet dan Neesha, menjaga booth untuk mempromosikan berbagai topik Pekan Rekonsiliasi termasuk sebuah kampanye pengakuan warga Bumiputera Australia dalam Konstitusi negara ini.
Josh, Neesha dan Jet menyabrkan informasi sebagai bagian dari Pekan Rekonsiliasai, ABC International: Daniel Hamilton
“Saya hanya ingin mengetahui lebih banyak mengenai warga Aborigin di Australia. Saya ingin tahu mengenai budaya dan bagaimana saya bisa menjadi bagian dari hal tersebut."
"Saya sangat menyukai musik dan juga melihat hal ini sebagai kesempatan bagus untuk membantu para warga Aborigin serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk menjadi bagian dari Konstitusi yang menjadi tema dari dari kampanye ini.
Lily Yang, seorang mahasiswa jurusan Bisnis Internasional dari China juga datang ke acara Pekan Rekonsiliasi dan belajar lebih banyak mengenai budaya Bumiputera menurutnya sulit dicari tahu sebelumnya
Lily Yang memegang flier tentang perlunya Pengakuan Bumiputera dalam Konstitusi Australia, ABC International: Daniel Hamilton
“Saya pikir ini sedikit sulit, karena sebagai pendatang baru di sini saya tidak punya hubungan sosial untuk bertemu warga Aborigin dan belajar mengenai budaya mereka."
“Saya pikir sangat bagus punya acara semacam ini di mana kita bisa belajar lebih banyak dan saya tertarik untuk tahu lebih banyak. Saya sudah di sini selama dua tahun dan ketika saya kembali ke China saya akan bisa membawa pengetahuan mengenai budaya tradisional Australia," tuturnya.