REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengetahui tentang dokumen hasil sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) atas nama Prabowo Subianto yang dibicarakan publik beberapa hari terakhir.
'Tentu Bapak Presiden telah mengetahui mengenai adanya kebocoran Kepres maupun surat dari Dewan Kehormatan Perwira yang ramai di media massa belakangan ini," kata juru bicara presiden, Julian Aldrin Pasha, Selasa (10/6).
Presiden, lanjutnya, menekankan Kepres pemberhentian dengan hormat dan surat DKP itu tidak bersifat rahasia sehingga tidak bisa dikatakan bocor ke publik. Tetapi, ketika surat-surat tersebut tersebar luas dan tidak pada tempatnya, hal itulah yang patut disesalkan.
"Kalau itu beredar luas di masyarakat kan tidak pada tempatnya juga. Ini yang patut disesalkan dan menjadi perhatian di institusi khususnya TNI," katanya.
Surat yang disebut sebagai keputusan DKP itu beredar luas di media sosial. Dalam surat tersebut tertulis bahwa keputusan DKP dibuat pada 21 Agustus 1998. Dalam dokumen itu, surat berklasifikasi rahasia itu ditandatangani para petinggi TNI saat itu, di antaranya Subagyo HS sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Susilo Bambang Yudhoyono, Agum Gumelar, Djamari Chaniago, Ari J Kumaat, Fahrul Razi, dan Yusuf Kartanegara.
Dalam empat lembar surat itu tertulis pertimbangan atas berbagai pelanggaran yang dilakukan Prabowo. Tindakan Prabowo disebut tidak layak terjadi dalam kehidupan prajurit dan kehidupan perwira TNI.
Tindakan Prabowo juga disebut merugikan kehormatan Kopassus, TNI-AD, ABRI, bangsa, dan negara.
"Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka Perwira Terperiksa atas nama Letnan Jenderal Prabowo Subianto disarankan dijatuhkan hukum administrasi berupa pemberhentian dari dinas keprajuritan," demikian isi surat tersebut.