REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Nursalim
Setiap anggota badan memiliki momentum untuk merasakan kenikmatan. Nikmatnya lidah adalah saat makanan lezat dimasukkan ke mulut. Nikmatnya mata ketika dapat sempurna membedakan warna dan memandang indahnya alam.
Nikmatnya hati adalah saat ia berhasil melihat Tuhan. Kata Nabi itulah ihsan yaitu seakan-akan kita melihat Allah SWT bila tidak mampu kita merasakan dilihat Allah. Ini merupakan kenikmatan tertinggi bagi manusia.
Kondisi seperti ini dapat diraih seorang mukmin tatkala shalat. Hadirnya hati dalam setiap kalimat yang diucapkan seorang yang shalat merupakan kunci utamanya. Ia betul-betul merasakan sedang dialog dengan sang Pencipta.
Itulah jenis shalat yang berkualitas sehingga Allah SWT menjanjikan pemenuhan segala yang diminta orang yang shalat itu.
Seperti sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah,’’ Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, “Allah berfirman. Aku bagi shalat itu menjadi dua bagian satu untuk-Ku dan satu bagian untuk hamba-Ku. Bila hamba-Ku mengucapkan Alhamdu lillahi rabbil Alamin. Allah berfirman “Hambaku telah memujiku”.Jika hamba-Ku membaca Arrahmanirrahim. Allah berfirman “Hambaku telah mengagungkan Aku”.Jika hambaku membaca Maliki Yaumi Al Din. Allah menimpali “Hambaku telah memuliakan Aku”. Dan sekali lagi Allah berfirman “Hambaku memberi kuasa penuh kepadaku”.
Merasakan dialog dengan Allah. Itulah perasaan yang dapat dinikmati orang yang khusyuk shalatnya. Saking asyiknya bercengkerama dengan sang Khaliq ia tidak merasakan sakit tatkala sebuah anak panah yang menancap di kakinya dicabut.
Begitulah yang dirasakan Ali bin Abi Thalib. Alkisah dalam sebuah peperangan menantu Rasulullah itu terkena panah. Lalu ia meminta tolong kepada kawannya agar panah tersebut dicabut saat dirinya sedang shalat.
Walaupun darah mengucur Ali tidak mengerang kesakitan sebab hatinya sedang melihat Tuhan. Yang dialami Urwan bin Zubeir lebih dahsyat lagi. Kakinya harus diamputasi dengan gergaji tanpa obat bius.
Sahabat ini menyiasatinya dengan mengambil air wudhu dan bermunajat kepada Allah. Di tengah-tengah shalatnya itulah tim kesehatan menggergaji kakinya. Atas karunia Allah ia pingsan beberapa jam dan setelah operasi selesai baru siuman.
Orang-orang saleh menikmati shalat dengan menangis. Ketika hati dapat meresapi doa yang dipanjatkan dalam shalat maka itulah asyiknya bermunajat kepada Allah. Begitupun saat bacaan Alquran yang dilantunkan menyayat hati.
Dari Ibnu Abas berkata aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua mata yang tidak akan dijilat api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang berjaga di jalan Allah.’’ (HR Tirmizi)
Menangis karena sedih itu biasa tetapi menangis karena takut siksaan Allah, luar biasa. Efeknyapun sangat berbeda. Orang yang kebanyakan menangis karena sedih membuatnya tidak selera makan sakit maag kambuh dada sesak dan kepala pusing.
Menangis karena bermunajat kepada Allah justru membawa kesegaran luar biasa. Sebab orang yang dapat mengucurkan air mata ketika shalat telah menyerahkan semua urusan hidupnya kepada sang pengurai masalah yaitu Allah.
Maka hatinyapun menjadi riang karena tawakal. Hati yang seperti itu membawa energi yang sangat kuat. Karena itu bila ia seorang pedagang tidak akan menyerah walaupun bangkrut. Bila ia aktivis tidak akan gentar, dan bila ia pejuang tidak takut kematian.