REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian besar. Namun nyatanya, tidak semua komoditas pertanian mampu dihasilkan di buni ibu pertiwi.
Salah satunya adalah bawang putih. Indonesia, merupakan pengimpor bawang putih. Hampir 100 persen bawang putih yang beredar di pasar dan dikonsumsi masyarakat merupakan kiriman dari Cina. "Posisi impor cukup besar karena bawang putih bukan kearifan kita," kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan di Jakarta, Kamis (19/6).
Dari seluruh stok bawang putih yang ada, 90 persen diantaranya merupakan impor. Cina adalah negara produsen bawang putih terbesar. Meskipun Indonesia mengimpor, bukan berarti negara ini tidak mampu menanam komoditas yang bermanfaat sebagai antioksidan ini. Indonesia, kata Rusman, pernah swasembada bawang putih. Namun itu jauh ketika jumlah penduduk masih sedikit dan kebutuhan bawang putih pun tidak tinggi.
Dirjen Hortikultura Hasanuddin Ibrahim mengatakan, bawang putih adalah komoditas yang cukup unik. "Tanaman ini perlu melewati beberapa proses, termasuk penanaman sedikit sebelum musim salju," kata Hasanuddin. Hal ini, tentu saja tidak mungkin dilakukan di Indonesia. Sementara, Cina memungkinkan proses tersebut.
Sampai 1998, Indonesia bisa dikatakan mampu memenuhi kebutuhan bawang putih. Namun, pada akhirnya petani bawang putih harus bersaing secara alami dengan hasil dari Cina yang kualitasnya lebih baik.
Selain itu, bawang putih adalah komoditas yang hanya bisa ditanam di dataran tinggi. Sementara, ada banyak komoditas lain yang juga hanya dapat ditanam di dataran tinggi seperti teh dan kentang.
Karena daya saingnya rendah, petani enggan menanam bawang putih dan merasa lebih menguntungkan menanam komoditas lain. Namun, bukan berarti petani berhenti menanam bawang putih.
Hasanuddin mengatakan, masih ada petani Indonesia yang menanam bawang putih meskipun tidak banyak. Namun, karena baunya yang menyengat, kebanyakan bawang putih lokal dipakai untuk produksi jamu. Sehingga, produksi bawang putih hanya sekadar menjaga agar tidak hilang dari Indonesia. Setiap tahun, Indonesia mengimpor sekitar 400 ribu ton per tahun. Sedangkan produksi lokal hanya sekitar 10 ribu ton.