REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyayangkan masyarakat yang menolak penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya dengan alasan ekonomi.
"Bukankah, ada yang lebih penting dari ekonomi. Ini pembangunan karakter masyarakat dan bangsa untuk tidak melakukan seks bebas," kata Susanto di Jakarta, Jumat.
Susanto mengatakan bahwa penutupan lokalisasi Dolly merupakan langkah yang tepat.
"Penutupan Dolly merupakan langkah maju, apalagi banyak anak di daerah itu yang memasuki fase tumbuh kembang. KPAI menghargai langkah tersebut," ujar Susanto.
Dia menambahkan, anak bukan sekadar membutuhkan makan, tetapi juga membutuhkan lingkungan yang ramah untuk perkembangan mereka.
"Jika setiap harinya anak disuguhi lingkungan dengan kultur Pekerja Seks Komersil (PSK), tentu berdampak negatif bagi perkembangan anak," jelas dia.
Ada beberapa catatan negatif keberadaan Dolly bagi anak, yakni sejumlah PSK diduga masih usia anak. "Kemudian pergerakan aktivitas PSK terdapat unsur dugaan "traficking"," jelas dia.
Selanjutnya, kultur PSK menimbulkan kecenderungan berpikir permisif bagi anak-anak yang tinggal di lingkungan Dolly. Hal itu berpotensi menginspirasi anak-anak melakukan hal yang sama.
"Jika ada anak yang bekerja menjadi PSK, dan pemerintah membiarkan bisa saja dipandang ada pembiaran yang memenuhi unsur perdagangan manusia."
Lokalisasi Dolly ditutup oleh Pemerintah Kota Surabaya pada Rabu (18/6). Meski demikian, ada sebagian masyarakat yang menolak penutupan.