REPUBLIKA.CO.ID,
Baru 18 lembaga zakat yang terdaftar di Kementerian Agama.
JAKARTA — Zakat harus dikelola secara melembaga dan profesional sesuai dengan syariat Islam. Tentunya, pengelolaan harus dilandasi prinsip amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas.
Dengan begitu, akan terjadi peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat. “Kita melakukan pembenahan dan pengawasan dimulai dengan memberlakukan perizinan bagi lembaga zakat,” kata Kasubdit Pemberdayaan Lembaga Zakat Kementerian Agama (Kemenag), HA Juraidi, di Jakarta, Selasa (24/6).
Maksud Juraidi, sekian banyak lembaga dan badan zakat yang bertebaran di Indonesia harus menempuh proses perizinan untuk memudahkan proses koordinasi dalam optimalisasi penyaluran zakat kepada kaum dhuafa. Selama ini, baru 18 lembaga zakat yang terdaftar di Kemenag.
Ia menjelaskan, penerapan kebijakan tersebut didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang sudah diamandemen menjadi UU Nomor 23 Tahun 2011.
Sebagai turunannya, sudah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaaan UU Nomor 23 Tahun 2011.
Karena itu, dengan adanya pengorganisasian lembaga zakat dengan mendaftarkan diri lewat Kemenag diharapkan dapat semakin memperkuat arsitektur pembangunan perzakatan nasional.
Mengenai teknis perizinan, Juraidi menambahkan, terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 18 Ayat 1. Dalam UU itu disebutkan, pembentukan lembaga amil zakat (LAZ) wajib mendapat izin dari menteri atau pejabat yang ditunjuk menteri.
Adapun persyaratannya, LAZ harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial.