Rabu 16 Jul 2014 10:42 WIB

Ini Alasan KPK Periksa Menteri PDT

Rep: C62/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri PDT Helmy Faishal Zaini  mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) oleh Rektor UIN Deddy Ismatullah di kampus UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Senin (26/8).
Foto: Antara
Menteri PDT Helmy Faishal Zaini mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) oleh Rektor UIN Deddy Ismatullah di kampus UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, Senin (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfrontasi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini dan Staf Khusus Sabilillah Ardi dalam pemeriksaan kasus dugaan pemberian hadiah terkait proyek pembangunan tanggul laut Kabupaten Biak Nomfor, Provinsi Papua.

Helmy dan Ardi dikonfrontasi terkait kedekatannya dengan tersangka Tedy Renyut sebagai tersangka kasus tersebut. "Memang KPK punya hak untuk melakukan konfrontir kepada setiap saksi," kata Wakil Ketua KPK Busyro Moqodas, Rabu (16/7).

Saat tiba di KPK pukul 09.45 WIB, Helmy mengaku tidak tahu bawah kesaksianya akan dikonfrontir dengan staf khusunya Sabilillah Ardi. "Iya jadi saksi, belum tahu," kata politikus PKB tersebut saat ditanya Republika.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha menyampaikan Helmy dan Sabilillah Ardi akan diperiksa untuk tersangka Teddy Renyut. Dalam kasus itu, pihak Kementerian PDT yang sudah diperiksa penyidik KPK, di antaranya Staf Khusus Menteri PDT Muamir Muin Syam, Deputi I Kementerian PDT Suprayoga Hadi, Deputi V Bidang Pengembangan Daerah Khusus Kementerian PDT Lili Romli dan Asisten Deputi Urusan Daerah Rawan Konflik dan Bencana Simon.

KPK baru saja menetapkan Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk dan pengusaha konstruksi Teddy Renyut sebagai tersangka. Yesaya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf 1 atau b atau Pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Teddy dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau b, atau pasal 13 Undang-Undang No. 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement