REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebaran tahun ini Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsudin, bakal mudik ke kampung halamannya di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun, acara mudik dilakukan Din setelah lebaran.
Sebab, sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din harus menghadiri acara syawalan di Kantor PB Muhammadiyah Yogyakarta saat Idul Fitri. Sebelumnya, Din mengikuti salat Ied berjamaah dan membacakan khotbah di pinggir Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, DIY.
Hari berikutnya, Din bersama istri dan enam anaknya pulang kampung ke NTB. Mudik bagi Din adalah bersilaturahmi dengan keluarga yang masih di NTB sebab kedua orangt uanya sudah meninggal. Selain itu, dia meninjau amal usaha Muhammadiyah di NTB.
Meskipun sudah tidak mengenang hal-hal bersifat nostalgia di kampung halaman, Din menilai secara umum kehidupan suasana Ramadan dan Idul Fitri sudah banyak berubah. Nuansa tradisonalnya sudah bergeser.
Yang masih dikenang Din, sejak kecil tradisi Ramadan dan Idul Fitri di kampung halaman ada nuansa tradisional. Mulai setelah Ashar hingga Magrib anak-anak mengisi waktu dengan menabuh bedug secara bergantian. Bahkan acara menabuh bedug sering dilombakan antar anak-anak. Seusai salat tarawih, anak-anak bergembira dengan permainan tradisional. Sementara para remaja melakukan tadarus di masjid.
Setelah agak malam, semuanya berkumpul di masjid untuk menikmati sajian yang dikirim warga secara bergiliran. “Lebaran itu bergembira ria, berkunjung, bersilaturahmi dan berziarah. Semua rumah di satu kampung harus dikunjungi, itu sampai sekarang masih diterapkan,” kata Din saat dihubungi Republika, Jumat (25/7).
Yang tidak kalah penting, makanan khas tradisional NTB seperti ketupat dan soto khas Sumbawa dan kue-kue tradisional. Setiap rumah menyediakan kue-kue tradisional yang hanya ada pada saat lebaran.