REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Pemerintah Libya meminta para milisi yang terus berkonflik memperebutkan bandara utama Tripoli melakukan gencatan senjata, Jumat (25/7). Selama hampir dua pekan, para milisi dari Zintan dan Misrata terus melakukan pertempuran.
Sebelumnya, kedua kelompok telah menolak untuk melakukan gencatan senjata. Mereka mengatakan pertempuran harus terus dilakukan guna membentuk masa depan Libya yang terombang-ambing usai penggulingan Presiden Muamaar Khadaffi pada 2011.
"Kami telah memanggil orang-orang dari Zintan dan Misrata untuk berbicara pada pemerintah Libya dan negosiator akan berupaya mencari jalan tengah agar mereka dapat menyepakati gencatan senjata," ujar pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Libya, Abdullah Al-Thinni, dilansir Reuters, Jumat (25/7).
Kelompok Zintan, telah menguasai bandara utama di ibu kota Libya sejak penggulingan Khadaffi. Dua pekan lalu, kelompok dari Kota Misrata mencoba untuk mengambil alih bandara tersebut.
Kelompok Misrata berdalih akan menyerahkan kembali bandara pada pemerintah Libya setelah berhasil diambil alih.
Kedua kelompok sebelumnya pernah berdampingan dalam melakukan perlawanan yang menyebabkan tergulingnya Khadaffi. Namun, kini dua milisi yang memiliki kekuatan cukup besar di Libya itu saling bersaing dan bertempur.
Hal yang sama juga terjadi di Benghazi, Libya Timur. Dua kelompok oposisi yang awalnya bertujuan menurunan Khadaffi dari kekuasaan, kini saling melakukan penyerangan.
Libya terus dilanda ketidakstabilan, baik dalam bidang politik, ekonomi, dan keamanan selama tiga tahun lebih penggulingan Khadaffi. Pemerintah negara tersebut terus berupaya memulihkan stabilitas dengan meredakan konflik antar milisi dan mengembalikan produksi minyak utama seperti keadaan semula.
Namun, hingga kini upaya tersebut belum menunjukan hasil yang signifikan dan membuat Libya semakin terpuruk di mata internasional.