REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menuntut agar ratusan truk bantuan diizinkan masuk ke Jalur Gaza sebagai prasyarat untuk melanjutkan perundingan dengan Israel, demikian menurut harian The Jerusalem Post, Senin (4/8/2025). Mengutip sumber terkait, The Jerusalem Post menyampaikan bahwa tuntutan tersebut telah disampaikan kepada para mediator dalam beberapa hari terakhir.
Surat kabar itu juga melaporkan bahwa Israel dan Amerika Serikat mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk merumuskan kesepakatan baru dengan Hamas. Presiden AS Donald Trump, melalui utusannya Steve Witkoff, dikabarkan telah memberi tahu kepada keluarga sandera Israel bahwa kedua negara sedang menyusun kerangka perjanjian untuk mengakhiri perang dan membebaskan para tawanan.
Namun hingga kini, menurut surat kabar itu, belum jelas apakah rencana tersebut akan diumumkan secara resmi dan apakah akan mencakup ultimatum kepada Hamas. Setelah kunjungan Witkoff, Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu disebut tengah mengadakan diskusi tentang masa depan konflik di Gaza. Pertemuan yang lebih luas dijadwalkan berlangsung pada Selasa (5/8/2025).
Pada 7 Oktober 2023, Israel menjadi sasaran serangan roket yang sebelumnya belum pernah terjadi dari Jalur Gaza. Setelah itu, militan Hamas menembus perbatasan, menyerang warga sipil dan militer, serta menyandera lebih dari 200 orang. Pihak berwenang Israel menyebut sekitar 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut.
Sebagai balasan, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) meluncurkan Operasi Iron Swords yang mencakup serangan terhadap target sipil dan memberlakukan blokade total terhadap Gaza, menghentikan pasokan air, listrik, bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.
Pertempuran yang sempat diselingi gencatan senjata singkat itu menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina dan sekitar 1.500 warga Israel, serta meluas ke Lebanon dan Yaman, serta memicu saling serang rudal antara Israel dan Iran.
View this post on Instagram