Senin 11 Aug 2014 13:46 WIB

Berani Mengoreksi Fatwa (1)

Si perempuan bertanya perihal nasibnya yang telah berbuat dosa besar.
Foto: PNG.net/ca
Si perempuan bertanya perihal nasibnya yang telah berbuat dosa besar.

Oleh: Nashih Nashrullah

Ulama dituntut legawa menerima masukan.

Nama Abu Hurairah RA tentu tidaklah asing. Sahabat yang juga dikenal dengan nama Abd al-Rahman ibn Sakhr al-Azdi itu dikenal sebagai sosok yang alim dan menguasai agama.

Namanya juga masuk deretan sahabat pemberi fatwa. Penguasaan tokoh yang lahir pada 603 M ini terhadap ilmu agama dilatarbelakangi oleh kedekatannya dengan Rasulullah SAW.

Abu Hurairah pernah menemani Nabi akhir zaman itu lebih dari tiga tahun. Kondisi ini memberikan keistimewan berikutnya, yakni ia berhasil mencatat predikat perawi hadis terbanyak. Tak kurang dari 5,375 hadis berhasil ia riwayatkan langsung dari Rasulullah.

Meski demikian, masih saja ada beberapa hal yang ternyata belum dapat dicerna baik oleh Abu Hurairah walaupun akhirnya sahabat yang lahir di Baha, Yaman tersebut dengan hati lapang dan keterbukaan berkenan belajar atau berkonsultasi kepada Rasulullah.

Peristiwa berikut ini menunjukkan sikap kearifan dan kedewasaan yang pantas dimiliki ulama, sebagaimana diteladankan oleh pria asal Bani Daus tersebut.

Suatu ketika, usai shalat Isya berjamaah di belakang Rasulullah SAW, Abu Hurairah berjalan-jalan di tengah kegelapan malam. Tiba-tiba seorang perempuan bercadar mendekati Abu Hurairah dan mengadukan persoalan yang tengah menderanya.

Si perempuan bertanya perihal nasibnya yang telah berbuat dosa besar. “Apakah saya bisa bertobat?” tanyanya kepada Abu Hurairah.

Abu Hurairah yang pernah ditunjuk sebagai gubernur Madinah pada awal masa Dinasti Umayyah tersebut lantas mencoba mendengarkan keluhan si perempuan dengan baik. Abu Hurairah bertanya kepadanya, apa dosa yang telah diperbuatnya. “Aku telah berzina, kemudian membunuh anakku dari hasil hubungan terlarang itu,” jawab si perempuan dengan nada ketakutan dan malu.

Abu Hurairah keget bukan kepalang. Ia tidak habis pikir, mengapa perempuan itu tega melakukannya. Sedikit terbawa sentimen dan emosi, tokoh yang wafat pada usia 78 tahun tersebut dengan cepat mengeluarkan pernyataan dan fatwa yang cukup keras.

“Binasalah engkau, binasalah engkau. Demi Allah, Anda tidak akan diampuni,” kata Abu Hurairah sembari bergumam, baru kali ini ia berfatwa tanpa berkonsultasi kepada Rasul terlebih dahulu.

Tak elak, fatwa yang dikeluarkan mertua dari Sa’id bin al-Musayyib itu mendapat reaksi yang tak kalah heboh dari si perempuan. Ia syok, berteriak, menangis menderu-deru, lantas pergi meninggalkan Abu Hurairah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement