Oleh: Hafidz Muftisany
Jika harta bersama tidak bisa dibedakan kepemilikannya maka pembagiannya berdasarkan kesepakatan suami-istri.
Di masyarakat kita harta gono gini tak asing didengar. Biasanya penyebutan harta gono gini berhubungan dengan proses perceraian. Suami atau istri yang memutuskan bercerai meminta harta gono gini hasil usaha atau aktivitas ekonomi selama mereka menikah.
Perceraian meski halal dan diperbolehkan namun termasuk perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT. Seyogianya suami-istri yang memiliki niat berpisah mengurungkannya. Namun, jika lebih banyak mudharat saat bersama, perceraian merupakan jalan terakhir yang bisa ditempuh.
Ketika dua orang memasuki gerbang perkawinan dan hidup bersama, ada tiga macam harta. Pertama, harta yang dibawa oleh suami sebelum menikah. Harta ini didapat dari usaha suami, pemberian seseorang khusus untuk suami, atau hak warisan yang didapat suami.
Jika suami istri berpisah, harta tersebut mutlak milik suami. Istri tidak boleh mengambil bagian dari harta tersebut setelah bercerai.
Kedua, harta yang dibawa oleh istri sebelum menikah. Harta ini didapat dari usaha istri sebelum menikah, pemberian seseorang, atau hak warisan istri. Seperti harta bawaan suami, harta ini mutlak dimiliki oleh istri. Saat berpisah, suami tidak berhak mengambil harta istri yang dibawa sebelum menikah.
Ketiga, harta bersama yang diperoleh setelah menikah. Harta ini bisa berasal dari aktivitas ekonomi suami atau istri setelah menikah atau usaha bersama yang dirintis oleh suami istri setelah menikah. Harta inilah yang sering disebut harta gono gini. Bagaimana pembagiannya dalam Islam?