Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti
Zebunnisa hidup dalam suatu periode ketika banyak penyair besar berada di puncak karya mereka, seperti Mawlana Abdul Qader Bedil, Kalim Kashani, Sa'eb Tabrizi, dan Ghani Kashmir.
Zebunnisa merupakan seorang putri dari Kekaisaran Mughal. Dia adalah anak sulung dari Kaisar Aurangzeb dan ratunya, Dilras Banu Begum.
Zebunnisa dikenal sebagai seorang penyair. Dia dikenal dengan nama pena Makhfi yang berarti yang tersembunyi. Kumpulan tulisannya dikumpulkan setelah dia wafat dan dikenal dengan Diwani Makhfi.
Zebunnisa lahir pada 15 Februari 1638. Dia lahir pada masa pemerintahan kakeknya, Kaisar Shah Jahan. Zebbunisa juga seorang keturunan Persia. Ibunya adalah putri Mirza Badi-uz-Zaman Safavi dari dinasti Safawi yang berkuasa di Persia.
Zebunnisa kecil menjadi anak kesayangan ayahnya. Karena faktor Zebunnisa, ayahnya mampu memberikan pengampunan bagi siapa pun yang melakukan kesalahan terhadapnya.
Ayahnya memberikan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya kepada Hafiza Mariam. Ia adalah seorang wanita bangsawan yang menjadi guru agama bagi anak-anak sang kaisar. Zebunnisa mewarisi ketajaman berpikir dan kecerdasan ayahnya. Tapi, bakat yang paling menonjol adalah di bidang sastra.
Sehingga, sejak usia tiga tahun Zebunnisa mulai menghafal Alquran. Saat berusia tujuh tahun, dia telah menjadi seorang Hafizah. Ayahnya pun bangga dengan kepandaian putrinya. Hafalan Zebunnisa dirayakan dengan mengadakan pesta besar dan dijadikan hari libur.
Putrinya juga diberikan hadiah sebesar 30 ribu keping emas oleh ayahnya. Selain Alquran, Zebunnisa kemudian belajar ilmu pengetahuan yang lain dengan Mohammad Saeed Ashraf Mazandarani.
Ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, antara lain, ilmu filsafat, matematika, astronomi, sastra, dan mampu menguasai bahasa Persia, Arab, dan Urdu. Dia pun sangat pandai dalam membuat kaligrafi.
Zebunnisa mulai menulis dan menarasikan puisi di Persia saat berusia 14 tahun. Tetapi, ayahnya sejak lama tidak menyukai puisi, sehingga Zebunnisa menulis secara diam-diam.
Gurunya, Ustaz Bayaz, mengetahui tentang kemampuannya saat menemukan puisi yang disembunyikannya. Dia pun mendorong sang putri untuk terus menulis puisi dan menarasikannya.
Perpustakaannya dipenuhi dengan koleksi pribadinya. Zebunnisa pun mempekerjakan banyak sarjana. Dia menawarkan penghasilan yang besar untuk menghasilkan karya sastra dan menyalin naskah untuknya.