REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia harus memanfaatkan gas untuk memperkuat perekonomian nasional.
Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan, pada masa depan, gas harus dipakai dan digunakan untuk kebutuhan dalam negeri agar nilai tambahnya lebih maksimal.
Saat ini, kata Herman, ekonomi Indonesia menghadapi masalah serius terkait tingginya beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tinggi.
"Ekonomi akan melaju dan anggaran menjadi seimbangan jika gas menjadi primadona," jelas mantan direktur PLN itu, Senin (25/8).
Indonesia merupakan pengekspor gas ketujuh terbesar di dunia. Padahal Indonesia bukan produsen besar gas alam. Herman mengatakan, posisi Indonesia berada di urutan ke-15 sebagai produsen gas. Masih jauh di bawah negara-negara OPEC lainnya, bahkan Rusia.
Peran perusahaan negara seperti Pertamina, jelas dia, menjadi sangat penting untuk menyediakan, menyuplai, dan menjaga keseimbangan harga gas untuk kepentingan domestik. Pertamina bisa menjadi agregrator gas untuk industri, rumah, dan kepentingan lainnya.
Nilai tambah dari kebijakan ini, kata Herman, menjadi jauh lebih tinggi. Lihat saja Singapura, Korea Selatan, atau Jepang yang mampu menjadikan gas alam sebagai penguat ekonomi nasional mereka.
"Jepang dan Korea bukan produsen gas, tetapi mereka mampu memiliki perusahaan gas yang besar. Kita harus begitu, memperkuat pasokan gas dan BUMN migas," kata Herman.