REPUBLIKA.CO.ID, Bermula pada 1991 silam, ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalimantan Timur menugaskan Ustaz Arief Heri Setyawan untuk menjadi dai pembangunan di Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai. Kini kabupaten ini menjadi Kutai Barat, akibat pemekaran wilayah.
Arief memulai dakwah dengan keliling kampung, menyampaikan tentang Islam dari pintu ke pintu rumah warga. Melihat kegigihan Arief, warga kemudian tertarik mewakafkan tanah mereka untuk dijadikan pesantren.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, tanah di kawasan Arya Kemuning jadi pilihan. Tanah wakaf yang masih berupa rawa itu dibersihkan warga secara gotong-royong.
Dalam sepekan, bangunan sederhana dari kayu beratap daun nipah berukuran 8 x 8 meter persegi tegak berdiri. Pondok Pesantren Assalam Arya Kemuning, demikian nama resmi pesantren.
Di situlah Arief intens membina santri dan tetap melakukan dakwah keliling kampung. Seiring perjalanan waktu, dalam kurun 22 tahun sejak pendiriannya, Pesantren Assalam kini mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Pesantren Assalam kini memiliki lembaga pendidikan formal mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Aliyah (SMA). Pesantren juga tidak mengutip bayaran dari para santri. Biaya operasional pondok berasal dari sumbangan donatur dan hasil unit-unit usaha pesantren, seperti usaha perkebunan, pertokoan dan Baitul Mal wa at-Tamwil (BMT).
“Seluruh siswa atau santri yang belajar di Assalam saat ini mencapai 600 orang. Sekitar 100 santri tinggal di pondok, sisanya santri ‘kalong’,” kata Arief.
Selain itu, upaya pembinaan mualaf tetap dilakukan. Arief berharap dapat bekerja sama dengan lembaga atau ormas Islam yang peduli dengan dakwah di pedalaman.
Sebab, dakwah adalah tugas setiap umat Islam. “Yang penting adalah bagaimana kita mengutamakan sikap toleran dan penghormatan terhadap budaya lokal. Ini kunci sukses dakwah di pedalaman,” ujarnya.