REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Papat Patimah Binti Anda, tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang mengadu nasib di Arab Saudi membantah laporan bahwa dirinya digunduli oleh majikannya.
"Tidak benar saya digunduli," kata Papat seperti dikutip KBRI Riyadh dalam rilisnya yang diterima ANTARA di Kairo, Senin.
Ihwal tindak penggundulan itu dilaporkan oleh keluarga Papat di Indonesia kepada Kementerian Luar Negeri di Jakarta.
Kendati demikian, Papat mengakui dirinya mengalami tindak kekerasan oleh anak perempuan majikannya berupa tamparan pada bulan puasa lalu.
Tamparan itu dilakukan anak perempuan majikan karena kesal akibat Papat terus menerus meminta gaji dan dipulangkan ke Indonesia.
KBRI RIyadh mencatat, kasus Papat mulai ditangani sejak tanggal 9 Oktober 2013 setelah menerima berita faksimili dari Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI.
Papat mengadu nasib di negeri kaya minyak itu sejak Januari 2009 melalui jasa pengiriman tenaga kerja, PT Safari Amal Sejati.
Menindaklanjuti laporan tersebut, KBRI berusaha menghubungi majikan sesuai nomor kontak yang diberikan pihak pelapor di Indonesia.
Namun kesulitan karena nomor kontak itu tidak aktif. Pada 30 Oktober 2013, KBRI mengirim nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi untuk meminta bantuan agar kasus Papat Patimah dapat ditindaklanjuti oleh instansi terkait.
pada Februari 2014, pihak kepolisian Arab Saudi memanggil majikan Papat.
"Benar bulan Pebruari 2014, majikan saya mendapat panggilan dari kepolisian, namun yang memenuhi panggilan itu adalah anak dari Baba Hamud dan saya sendiri," kata Papat.
Pada 17 Pebruari 2014, KBRI menerima informasi mengenai dua nomor telepon yang dimiliki majikan Papat.
"KBRI menghubungi nomor telepon majikan dimaksud dan berhasil," kata Pelaksana Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Riyadh, Chairil Anhar.
Dari pembicaraan per telepon diperoleh keterangan bahwa majikan tersebut adalah seorang janda bernama Sholfah Ibrahim Al Utaibi yang mengakui memperkerjakan Papat Fatimah, namun menurutnya yang memberi gaji dan proses kepulangan Papat diambil alih oleh kakak ipar majikan bernama Baba Hamud.
Majikan Papat lalu memberikan nomor Baba Hamud. Pada kesempatan menelepon majikan Papat dimaksud, KBRI juga meminta agar berbicara langsung dengan Papat untuk mengklarifikasi laporan bahwa dirinya pernah mengalami tindak kekerasan.
Kepada polisi, anak Baba Hamud berjanji akan memulangkan Papat sekitar tiga bulan lagi atau bulan Mei dengan alasan belum punya cukup uang untuk membayar sisa gaji selama dua tahun dan dua bulan, katanya.
Awal Maret, Papat memberitahukan kepada ibunya di Indonesia yang bernama Nurjanah mengenai masalahnya.
Namun, hingga lewat waktu yang dijanjikan, majikan Papat belum menenuhinya karena terkait masalah dana kendati majikan sebelumnya berencana akan menjual salah satu mobilnya.
Pada 21 September 2014, KBRI Riyadh kembali menghubungi Baba Hamud, dan dijanjikan akan mengantar Papat ke KBRI untuk proses pemulangan dalam waktu dua pekan.
"KBRI Riyadh akan terus memantau kasus tersebut dan apabila janji majikan tidak direalisasi, maka KBRI akan mengirim Tim Perlindungan WNI ke tempat tinggal majikan untuk menyelesaikan kasus dan haknya serta memulangkannya ke tanah air," demikian KBRI Riyadh.