Rabu 24 Sep 2014 14:25 WIB

Pencurian Ikan Rugikan Negara Rp 101 Triliun

Pencurian ikan (ilustrasi)
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Pencurian ikan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), menyatakan ilegal fishing atau pencurian ikan di laut Indoensia, merugikan negara Rp101 triliun atau mengalami peningkatan karena masih lemahnya pengawasan dan penindakan kepada nelayan dan kapal ikan asing.

"Volume ikan yang dicuri hingga Agustus 2014 dari laut Indonesia mencapai 1,6 juta ton atau setara dengan 182 ton per hari," kata Koordinator Pendidikan dan Penguatan Jaringan Kiara, Selamet Daroyni di Jakarta, Rabu (24/9).

Ia menjelaskan, saat ini, sembilan dari 11 titik wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia mengidikasikan terjadi 'over fishing' yang dipicu ilegal fishing.

"Pencurian ikan yang tinggi ini mengakibatkan tingkat kemiskinan di daerah pesisir meningkat, seiring menurunnya hasil tangkapan ikan nelayan tradisional," ujarnya.

Berdasarkan data BPS 2011, kantong-kantong kemiskinan berada pada 10.640 desa pesisir dimana 7,78 juta jiwa digolongkan sebagai penduduk miskin atau lebih dari serempat bagian (25,14 persen) dari total kemiskinan nasional mencapai 31,02 juta jiwa.

Menurut dia, kapal-kapal ikan dari negara tetangga terutama Vietnam, Malaysia, Thailand dan Filipina serta tetangga jauh Taiwan, Hongkong dan China tertangkap basah mencuri ikan di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia.

"Kapal-kapal ikan berbendera asing tersebut lebih berani dan masuk lebih dalam untuk menangkap ikan di perairan teritorial dan kepulauan Indonesia," ujarnya.

Ia mengatakan, merajalelanya kegiatan pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal-kapal asing ini menandakan tiga masalah yang sekaligus menjadi tantangan kekinian tata kelola perikanan, yakni lemahnya keterpaduan sistem, integritas aparatur dan kapasitas armada pengawasan.

"Untuk mengantisipasi pencurian ikan ini yaitu membina dan melibatkan nelayan, organisasi nelayan tradisional sebagai pengawas di laut serta melakukan pembenahan sistem perizinan dan pemantauan terhadap kapal-kapal ikan skala industri," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, diperlukan komitmen dan tindakan nyata dari pemerintah dalam penanganan pencurian ikan ini. "Keterlibatan masyarakat nelayan tradisional dan skala kecil sangat penting agar sistem pengawasan menjadi terbuka dan efektif," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement