Rabu 24 Sep 2014 22:21 WIB

Terlibat Kasus Anas, Hakim Perintahkan 'Rampas' Pesantren ini

Mantan Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum bertanya kepada saksi pada sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (29/8). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Mantan Ketua DPP Demokrat Anas Urbaningrum bertanya kepada saksi pada sidang lanjutan dugaan suap kasus proyek Hambalang dengan terdakwa Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (29/8). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memerintahkan penyitaan tanah Pondok Ali Ma'sum, Krapyak, Yogyakarta seluas 7.870 meter persegi. Hakim menilai ponpes ini sebagai bentuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

"Mengenai tanah di Mantri jeron, pengelolaan dan pemanfaaatannya diserahkan ke yayasan Ali Ma'sum, Krapyak, majelis hakim berpendapat jika dituangkan di amar putusan, di kemudian hari dikhawatirkan timbul permasalahan hukum perdata. Untuk harta tersebut dirampas negara," kata Ketua majelis hakim Haswandi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (24/9).

Dalam sidang tersebut, hakim memvonis Anas dengan 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 3 bulan kurungan.

Ia menambahkan untuk pengelolaan pesantren dapat dilakukan perjanjian antara negara, instansi yang berwenang dengan pengelola yayasan tersebut. Namun untuk tanah seluas 280 meter persegi di Desa Panggungharjo, Bantul dan tanah seluas tanah seluas 350 meter persegi di desa Panggungharjo yang dibeli atas nama Dina Zad, ipar Anas tak dinilai sebagai korupsi. meski penggunaannya untuk mertua Anas, Atabik Ali.

Alasannya karena profil keuangan Atabik Ali, Dina zad dan suaminya Khairul Fuad cukup untuk pembelian tanah. Apalagi tujuannya untuk meningkatkan sarana dan prasarana Ponpes Krapyak.

Uang itu menurut hakim dibeli dari sumber yang sah dan bukan hasil tindak pidana korupsi. "Apalagi tanah itu dibeli pada 2012, saat terdakwa sudah menjadi tersangka, kurang logis dari sisi hukum bila tanah itu dari hasil tindak pidana korupsi," tambah hakim.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement