REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau (Kepri) menolak laporan yang akan dibuat oleh Himpunan Masyarakat Adat Pulau-pulau Rempang Galang (Himad Purelang), terkait adanya dugaan tindak pidana berupa jual beli tanah negara oleh aparat Desa dan Camat kepada pengusaha di Batam.
"Pada Selasa 23 September 2014 lalu, masyarakat dari pantai Melur, Batam, Kepri, yakni ibu Wa Apo, Karim Kopong, Paulus Beda Ola, Antonius Kopong Tulip, Stefanus dan didampingi pengurus Himad Purelang yang terdiri dari Ketua Umum Blasius Yoseph dan Sekretaris Umum Janner Sinaga) hendak membuat laporan Polisi ke SPK Polda Kepulauan Riau (Kepri) namun ditolak," kata Ketua Umum Blasius Yoseph dalam siaran pers, Rabu, (25/9) jelang malam.
Saat datang ke Polda kata Blasius, kami membawa alat-alat bukti berupa surat dari Kementerian Kehutanan, foto dan copy surat-surat terkait adanya dugaan tindak pidana berupa jual beli tanah negara oleh aparat Desa dan Camat kepada pengusaha, perambahan atas hutan berburu di Pulau Rempang dan pembangunan pelabuhan liar di Batam.
Di samping itu, pihaknya juga membawa foto perusakan bangunan pujasera dan kamar mandi aset dari Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), kios-kios milik pemerintah kota Batam yang terletak di pantai Melur yang dibangun dengan APBD serta foto pembakaran dan pengrusakan rumah, kios milik Karim dan Wa Apo di pantai itu. "Keseluruhannya berada diatas tanah negara yang sedang dimohonkan SHMnya oleh Himad Purelang ke BPN RI," ujarnya.
Namun sayang, lanjut Blasius, petugas piket SPK Polda Kepri tidak memperbolehkan Himad Purelang dan masyarakat untuk membuat laporan Polisi dengan alasan bahwa masyarakat belum memiliki SHM.
"Ini aneh sebab dalam KUHP dan UU Kepolisian serta peraturan-peraturan Kapolri tidak satupun pasal yang bisa menghalang-halangi masyarakat membuat laporan Polisi," katanya.