REPUBLIKA.CO.ID, Sama seperti Fatimah, Nurhakim sempat takbisa tidur bahkan sempat sakit akibat sengketa ini. “Tapi sekarang saya sudah sedikit tak memikirkan. Karena sudah ada proses hukum yang berjalan.”
Bahkan, Nurhana sedih karena diputuskan silaturahminya sebagai keluarga oleh ibunya akibat sengketa tanah ini. “Kalau ibu masih menganggap saya sebagai anak, sebagai anak saya siap menampung ibu jika nanti saya memenangkan kasus ini,” ungkapnya.
Fatimah sendiri merasa sakit hati dengan kelakuan Menantu dan anaknya tersebut. Warga Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang tersebut bahkan sudah tak ingin damai dan siap menyelesaikan kasus hukum ini.
Sambil menangis dirinya mengeluhkan siap anaknya tersebut. “Sudah lama saya tak mengakui dia sebagai anak. Mungkin dia juga sudah tak mengakui lagi sebagai ibunya,” katanya.
Bertolak belakang dengan Nurhakim, berdasarkan keterangan anak bungsu Fatimah, Amas, tanah tersebut sudah dibeli oleh almahrum ayahnya, H Abdurahman seharga Rp 10 juta. “Pembayaran tanah itu disaksikan juga oleh kakan-kakak saya. Sertifikat tanahnya sudah dikasih oleh Nurhakim ke bapak. Tapi masih atas nama Nurhakim,” jelasnya.
Menurut Amas, sertifikat tanah tersebut hingga kini belum di balik nama, karena Nurhakim tidak pernah mau untuk melakukan itu. “Dia nggak mau, dengan alasan masih keluarga, masa sama menantu tidak percaya. Atas dasar kepercayaan itu, ibu ngikutin saja. Padahal dia sudah pernah buat surat pernyataan siap balik nama sertfikat, kan aneh,” jelasnya.
Menurut Amas, perseteruan tersebut terus berlanjut hingga akhirnya pada tahun 2013, Nurhakim dan istrinya, melaporkan Fatimah ke Polres Metro Tangerang dengan tudingan penggelapan sertifikat dan menempati lahan orang tanpa izin.
“Laporannya masuk ke pengadilan perdata, dengan gugatan ganti rugi Rp 1 miliar. Selain ibu, tiga kakak saya juga menjadi tergugat, yakni Rohimah, Marhamah dan Marsamah. jika tidak bisa membayar, ibu akan diusir dari tanah itu. Kita seperti diperas, padahal ibu dan kakak saya sudah tinggal di sana dari tahun 1988,” jelas Amas.
Dimata tetangga, Nurhakim dan Nurhana sebenarnya orang yang bersahaja dan mudah bergaul dengan tetangga. Bahkan, Hakim dinilai warga sangat bersahabat. Berbeda dengan keluarga ibu Fatimah yang bahkan tak akur dengan tetangga depan rumahnya tersebut. “Karena keluarga itu terkenal sering menyombongkan kekayaannya,” kata Maniarti.
“Kita sih tidak mau mengurusi urusan keluarga orang, tapi jika masalah bergaul, saya lebih melihat pak Hakim dan ibu Nung orangnya jujur,” kata wanita yang biasa berjualan Gado-Gado tersebut.
Hingga saat ini, Kasus sengketa sedang dalam proses hukum. Selasa (30/9) rencananya pengadilan akan menghadirkan saksi untuk pihak pengugat.
C81