Jumat 26 Sep 2014 22:18 WIB

Pakar: Uji Materiil UU Pilkada Melalui DPRD Kemungkinan Akan Ditolak MK

Rep: C73/ Red: Bayu Hermawan
Margarito Kamis
Margarito Kamis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis, mengatakan para pemohon yang mengajukan uji materiil UU Pilkada lewat DPRD kepada Mahkamah Konstitusi harus merumuskan argumen yang kokoh untuk mematahkan argumen di DPR.

"Jika pemohon tidak setuju bahwa Pilkada lewat DPRD inkonstitusional, alasan mereka yang harus dikuatkan," ujar mantan staf khusus menteri sekretaris negara 2006-2007 itu, kepada Republika, Jumat (26/9).

Margarito melanjutkan, para pemohon harus memastikan dengan argumen konstitusional. Sebab ia tidak menemukan alasan spesifik di balik pengajuan judicial review tersebut. Karena seperti disebutkan dalam pasal 18 ayat 4 bahwa DPR berwenang mengatur model pemilihan.

Dengan begitu, pasal tersebut memberikan nalar konstutional terhadap bentuk Pilkada langsung maupun oleh DPRD. Ia berpendapat terdapat tiga kemungkinan tanggapan MK terhadap persoalan tersebut, yaitu uji materiil diterima, ditolak, dan atau diterima sebagian.

Jika alasan Pilkada lewat DPRD mengkhianati hak pilih rakyat untuk memilih kepala daerah dalam sebuah pesta demokrasi, argumen itu menurutnya dapat terpatahkan.

Karena dalam mekanisme pemilihan presiden kemarin, MK mengakui cara pemilihan surat suara di Papua dengan sistem noken itu sah secara konstitusional. Artinya, pemilihan dilaksanakan secara tidak langsung.

"Sistem keterwakilan itu dikualifikasi konstitusionalitasnya oleh MK sebagai sah," katanya.

Selanjutnya, dalam putusan MK No 97/2014 terkait sengketa Pilkada yang diputuskan Mei 2014, MK dengan tegas mendiskualifikasi sifat konstitusional dalam pemilu. Artinya, pelaksanaan Pilkada bukanlah pemilihan umum. Dalam hal ini, Pilkada dilaksanakan dengan sistem keterwakilan. 

Kalau pun hak memilih merupakan hak politik rakyat, sebagaimana pasal 28 A sampai D tidak mengkualifisir hak ini sebagai hak yang tidak bisa ditangguhkan pemenuhannya. Artinya, ujar dia, hak memilih adalah hak rakyat tidak diberi sifat mutlak oleh konstitusi.

Margarito menambahkan sulit menemukan dalil yang kuat perihal uji materiil UU Pilkada tersebut. Karena walaupun pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar, dapat dipatahkan dengan pasal 18 ayat 4 yang juga membuka kemungkinan bagi Pilkada langsung atau tidak itu sah.

Sebelumnya, pakar hukum Andi Nasrun mengatakan akan mengajukan uji materiil UU Pilkada lewat DPRD ke MK. Pengajuan itu mewakili 17 buruh harian, lembaga survei, dan bupati, serta DPRD. Rencananya, hal itu akan diajukan Senin (29/9).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement