REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harus diakui, rasio antara pengusaha Muslim dan jumlah penduduk Muslim masih terlihat timpang. Dampaknya, pasar ekonomi Indonesia lebih banyak didominasi pengusaha non-Muslim.
Ketua Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Nursyamsu Mahyuddin mengatakan, kendala terbesar bagi kaderisasi bibit pengusaha Muslim adalah kultur bangsa Indonesia. Sejak dulu, kultur orang Indonesia bukan dikenal sebagai pebisnis. Ini perparah dengan kurikulum pendidikan umum yang masih jauh dari pembelajaran mental penguasaha.
"Mereka lebih bangga menjadi pegawai daripada jadi pengusaha, mungkin dipengaruhi penjajahan yang terlalu lama sebagai buruh," kata dia. Padahal, mereka sebenarnya memiliki kegigihan dan semangat yang tinggi. Tetapi, mereka kekurangan modal atau masih memerlukan pembelajaran dalam bisnis.
Pendiri Sekolah Bisnis Umar Usman, Parni Hadi, menyoroti meski banyak sekolah bisnis yang menjamur, namun sedikit sekolah bisnis yang berbasis syariah. Sekolah Bisnis Umar Usman pun didorong menjadi pionir dengan kaderisasi pengusaha muda berlandaskan prinsip Islam.
Mereka yang sekolah di sana dididik tidak hanya untuk belajar menjadi seorang pengusaha, tetapi sebagai Muslim yang takwa dan bertauhid. "Mereka harus rutin melaksanakan shalat dhuha, membaca Alquran, dan mengkaji materi agama yang lain," jelas dia. Mereka juga belajar dengan kurikulum yang terdiri atas 70 persen praktik dan 30 persen teori.