Senin 29 Sep 2014 06:48 WIB

Politisi Sudah Abaikan Etika Politik

Gedung DPR RI, di Senayan, Jakarta.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gedung DPR RI, di Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi dinilai sudah mulai mengabaikan etika berpolitik yang menjadi prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu ditandai dengan perilaku saling intrik untuk menjegal lawan politik  yang cenderung menghalalkan segala cara.

"Panggung politik kita telah diwarnai pertunjukan yang mempertontonkan adegan politik saling menyandera, saling jegal, dan mementingkan kepentingan individu atau kelompok," kata Peneliti Senior Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, Ahad (28/9).

Ia menjelaskan, pemandangan tentang praktek politik yang menghalalkan segala cara dapat disaksikan dalam beberapa episode drama politik di negeri ini.

"Yang paling hangat adalah pemandangan politik menjelang dan pascapemilu 2014, misalnya banyak terjadi kampanye hitam, kecurangan dalam pemilu atau kelompok yang kalah terkesan belum legowo dalam menerima kekalahan," ujarnya.

Selain itu, masyarakat juga telah menyaksikan berbagai penyimpangan yang dilakukan penyelenggara negara, misalnya banyak penyelenggara negara yang terjerat kasus korupsi dan skandal lainnya.

"Publik juga sering disuguhi perdebatan terbuka yang menyimpang dari etika politik, seperti menyerang lawan bicara dengan kata-kata yang bernada rasis dan anarkis," kata Karyono.

Menurutnya, pemimpin sekarang harus menengok ke belakang untuk melihat budaya politik yang dibangun oleh para "founding fathers" bangsa ini meskipun terjadi perbedaan pandangan diantara mereka.

"Sebut saja perbedaan pandangan antara Soekarno dengan Mohammad Hatta, Soekarno dengan Sutan Sjahrir, Soekarno dengan M. Natsir atau Soekarno dengan Tan Malaka dan perbedaan diantara pendiri bangsa lainnya," ujarnya.

Namun, perdebatan tersebut sangat ideologis, cerdas, elegan, kental dengan visi ke-Indonesiaan dan lebih dari itu yang patut diteladani adalah sikap kenegarawaan yang dimiliki para pendiri negara ini.

"Mereka mampu membedakan mana kepentingan politik partai dan mana kepentingan bangsa dan negara sehingga kepentingan politik tidak boleh mengalahkan kepentingan bangsa dan negara," katanya.

Ia menambahkan, etika politik kenegarawan sebagaimana dicontohkan para pendiri bangsa tersebut patut diteladani oleh kita semua.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Tahu gak? kalau ada program resmi yang bisa bantu modal usaha.

1 of 8
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَتَّخِذُوْا بِطَانَةً مِّنْ دُوْنِكُمْ لَا يَأْلُوْنَكُمْ خَبَالًاۗ وَدُّوْا مَا عَنِتُّمْۚ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاۤءُ مِنْ اَفْوَاهِهِمْۖ وَمَا تُخْفِيْ صُدُوْرُهُمْ اَكْبَرُ ۗ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْاٰيٰتِ اِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan teman orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.

(QS. Ali 'Imran ayat 118)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement