REPUBLIKA.CO.ID, MELNBOURNE -- Hubungan China dan Indonesia sudah berlangsung berabad-abad, namun terkadang masih diwarnai kecurigaan bahkan ketidaksukaan. Sebuah pameran di bulan Oktober 2014 lalu di Australia mencoba menunjukkan eratnya hubungan China dan Indonesia. Pameran ini juga menjadi bukti bahwa berbagai budaya bisa saling belajar satu sama lain tanpa kehilangan jati diri masing-masing.
Uniknya, pameran tersebut tidaklah diadakan di Jakarta maupun Beijing, melainkan di tengah kota Melbourne, Australia.
Peonies and Dragons (Bunga Peony dan Naga) menjadi judul pameran yang diadakan oleh lembaga Museum of Indonesian Arts ini.
Dalam pameran ini, ditampilkan sejumlah karya seni budaya yang mencerminkan perpaduan elemen China dan Indonesia.
Contohnya, kain batik yang dihiasi makhluk-makhluk seperti naga dan burung phoenix, wayang potehi, yang datang dari China dan hingga kini masih sering dimainkan di Indonesia, dan sebagainya.
Pameran Peonies and Dragons juga dimeriahkan oleh sejumlah diskusi dan presentasi dengan berbagai tema. Contohnya, presentasi tentang batik pesisir, makanan khas warga peranakan dan keramik.
Akan diluncurkan pula buku karya Dewi Anggraeni berjudul Chinese Women in Indonesia.
“Banyak orang tak sadar bahwa banyak hal yang sering ditemui di kesenian Indonesia sebenarnya datang dari China, tapi telah diadaptasi untuk Indonesia,” jelas Halina Nowicka, ketua MIA.
“Orang menjadi tahu tentang suatu gagasan, kemudian mengadaptasi gagasan itu untuk tujuan mereka, karena pengaruh China di kesenian Indonesia adalah hal-hal yang sudah disukai orang Indonesia dari generasi ke generasi.”
Budaya China adalah salah satu budaya dari luar yang paling kuat pengaruhnya dalam seni budaya Indonesia, selain budaya India dan Arab, lanjut Nowicka. Bisa dibilang, budaya China adalah salah satu yang membentuk budaya Indonesia hingga menjadi seperti sekarang.
Nowicka sendiri menyumbangkan sejumlah kendi koleksinya untuk dipamerkan di pameran kali ini.
Ia bercerita bahwa salah satu yang paling membuatnya penasaran dan tertarik dalam hal hubungan China-Indonesia adalah tokoh laksamana Cheng Ho, seorang penjelajah Muslim yang dikisahkan memiliki begitu banyak pencapaian dalam hidupnya.
Banyak sekali legenda seputar Laksamana Cheng Ho. Ada yang bercerita, misalnya, Ia adalah penemu pewarna indigo yang digunakan dalam pembuatan jenis batik tertentu di Indonesia. Ada yang bercerita bahwa Ia menciptakan permainan mahjong, jelas Nowicka.
Ada pula berbagai kisah mistis menyangkut tokoh yang memiliki banyak peninggalan di kota Semarang itu.
Entah benar atau tidak kisah-kisah tersebut, tapi yang jelas para pengunjung pameran Peonies and Dragons bisa melihat berbagai barang yang konon ada hubungannya dengan Laksamana Cheng Ho.
Nowicka menyatakan bahwa salah satu tujuan pameran ini adalah menunjukkan bahwa berbagai budaya bisa hidup bersama.
Meskipun sudah berabad-abad tinggal di Indonesia, terkadang etnis keturunan China mengalami diskriminasi. Ini bisa dilihat, misalnya, dalam beberapa kejadian yang berlangsung di tengah kerusuhan Mei 1998.
Di era orde baru, sempat pula dilarang pertunjukkan berbau budaya China di muka umum. Hingga, para keturunan China tak leluasa menunjukkan identitas budaya mereka.
“Ada berbagai hal buruk yang terjadi, dan dengan cara kami ini, kami ingin menunjukkan bahwa kita bisa tinggal bersama,” jelas Nowicka lebih lanjut tentang tujuan pameran Peonies and Dragons.
“Kita bisa belajar satu sama lain, berintegrasi, dan tetap memiliki jati diri.”
Batik Pesisir: Salah satu Wujud Pengaruh Budaya China
Nani Pollard adalah salah seorang pemberi presentasi dalam pameran Peonies and Dragons. Dalam presentasinya, Ia bercerita tentang batik pesisir.
Pengaruh China dalam batik Indonesia bisa terlihat dari motif yang ditampilkan dalam batik tersebut. Contohnya, motif bunga peony atau makhluk seperti naga. Dari motif tersebut, tergambar kepercayaan seperti Konfusianisme atau kong Hu Chu, dan Taoisme.
Salah satu jenis batik yang kental pengaruh China nya adalah batik Lok Can, cerita Nani kepada Dina Indrasafitri dari ABC Australia Plus Indonesia.
Nani sudah mulai mengkoleksi batik sejak tahun 1960an. Kali ini, koleksi terlangka yang Ia sumbangkan untuk dipamerkan adalah batik Coenraad milik keluarganya.
“[Warna] birunya tua, ada perpaduan antara Jawa dan pesisir,” jelas Nani tentang batik jenis Coenraad tersebut.
Pameran Peonies and Dragons berlangsung di galeri Fo Guang Yuan, di kota Melbourne, hingga tanggal 31 Oktober 2014.