REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Partai Demokrat Syarif Hasan mengatakan mekanisme voting dalam menentukan pimpinan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) tidak bisa dihindari karena bagian dari pengambilan keputusan.
"Proses pengambilan keputusan (pimpinan MPR) apabila sesuai tata tertib melalui musyawarah dan mufakat, kalau tidak bisa maka voting merupakan bagian dari pengambilan keputusan itu," kata Syarif Hasan di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/10).
Dia mengatakan lebih baik proses pengambilan keputusan di MPR dengan mekanisme musyawarah dan mufakat. Namun menurut dia, MPR merupakan lembaga politik sehingga apabila tidak ada kesepakatan maka mekanisme voting adalah yang terakhir.
"Lebih baik musyawarah namun MPR merupakan lembaga politik, kalau tidak ada kesepakatan maka voting merupakan langkah terakhir," ujarnya.
Syarif Hasan menjelaskan dalam politik harus ada kebersamaan, sehingga apapun usulan dari Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat harus dibicarakan dalam lobi fraksi di MPR. Hal itu menanggapi usulan KIH agar ketua MPR berasal dari DPD.
"Saya tidak ikut dalam lobi dalam KMP (penentuan calon pimpinan MPR) sehingga tidak tahu siapa yang tersingkir," katanya.
Dia mengatakan belum tahu kader Demokrat yang akan mengisi pimpinan MPR. Ia mengatakan belum menerima nama yang akan diajukan dalam Rapat Paripurna pada Senin malam.
"Mungkin saja surat sudah masuk karena Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang tanda tangan," katanya.