Rabu 08 Oct 2014 16:40 WIB

Pasien Ebola AS Cuci Darah

Pasien Cuci Darah (ilustrasi)
Foto: Musiron/Republika
Pasien Cuci Darah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DALLAS -- Pasien pertama AS yang terinfeksi virus Ebola yang kritis di rumah sakit Dallas saat ini dikabarkan menggunakan alat pompa pernafasan dan mesin dialisis ginjal (cuci darah) untuk membantu menstabilkan kesehatannya, Selasa (7/10) waktu setempat.

Thomas Eric Duncan yang merupakan manusia pertama terdiagnosis virus ebola di Amerika Serikat juga telah diberikan obat eksperimen brincidofovir menyusul kondisinya yang kritis sejak Sabtu (4/10).

Sebuah rumah sakit di Nebraska mengatakan obat eksperimen tersebut juga digunakan untuk mengobati wartawan Amerika dari Liberia, Senin (6/10) yang juga terjangkiti virus yang sama.

Pihak Rumah Sakit Texas Health Presbyterian mengeluarkan pernyataan bahwa fungsi hati Duncan menurun sejak akhir pekan lalu. Meskipun keadannya membaik namun dokter masih belum bisa memperkirakan kemungkinan kondisi Duncan dalam beberapa hari mendatang.

Menurut anggota keluarga pasien, saat ini Duncan sedang dibius, suhu badannya normal dan diarenya berkurang. Mereka juga belum bisa menjenguk Duncan yang dirawat di unit isolasi sejak 28 September 2014.

Kasus Ebola yang menimpa Duncan membuat pemerintah Amerika Serikat dan masyarakat waspada dan cemas jika epidemi terburuk penyakit mematikan ini dapat menyebar dari tiga negara miskin yaitu Guinea, Sierra Leone dan Liberia.

Kasus pertama Ebola di luar Afrika Barat dilaporkan terjadi di Spanyol dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada lebih banyak kasus di Eropa.

Selain Duncan, warga Amerika lain yang terjangkit Ebola adalah seorang kamerawan NBC Ashoka Mukpo yang juga dirawat di Nebraska Medical Center.

Dalam menangani kasus Ebola ini, pihak rumah sakit Dallas dan Nebraska menggunakan obat eksperimen brincidofovir yang dikembangkan oleh Durham dari North Carolina-Based Chimerix Inc.

"Kami memutuskan bahwa pilihan yang terbaik adalah dengan melakukan pengobatan," kata Direktur Medis Nebraska Medical Center Phil Smith yang berkonsultasi dengan pejabat kesehatan Amerika Serikat sebelum membuat keputusan.

Menurut dia, Mukpo mengalami gejala seperti mual, muntah dan diare.

Pejabat kesehatan Amerika Serikat mengatakan dalam beberapa hari kedepan akan menerapkan prosedur pengawasan baru di bandara untuk meredakan kecemasan publik atas kemungkinan wabah Ebola masuk.

Pejabat kesehatan Texas juga mengidentifikasi 10 orang paling berisiko yang pernah melakukan kontak langsung dengan Duncan. Namun sejauh ini tidak satupun dari mereka memiliki gejala, kata pejabat kesehatan itu.

Para pejabat juga mengatakan ini adalah pekan penting di Dallas untuk melihat apakah salah satu dari mereka menunjukkan tanda-tanda virus yang telah menewaskan lebih dari 3.400 orang di Afrika Barat dan hampir 7.500 orang dicurigai menderita virus itu.

Warga Dallas sendiri tetap tenang dalam menanggapi pemberitaan mengenai penyebaran virus Ebola tersebut, namun tetap waspada adanya kemungkinan virus tersebut menyebar.

Bahkan mobil deputi Sheriff Dallas County yang berada di apartemen tempat tinggal Duncan pun dicuci dan disikat sebagai tindakan pencegahan.

Aktivis hak sipil pendeta Jesse Jackson bertemu anggota keluarga Duncan dan mengadakan doa di depan Rumah Sakit Texas Health Presbyterian.

Pendeta Jackson mengatakan bahwa awalnya rumah sakit menolak Duncan karena miskin dan tidak memiliki asuransi kesehatan.

Namun dua hari setelah Duncan meninggalkan rumah sakit, ia terpaksa dibawa kembali oleh ambulans dan dimasukkan ke dalam ruang isolasi.

Pejabat kesehatan dan rumah sakit mengatakan hal tersebut merupakan sebuah kesalahan yang dibuat dalam menangani kasus Duncan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement