REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Kampanye Eknas WALHI, Kurniawan Sabar, mengatakan pencemaran sungai Ciujung tidak bisa dibiarkan terus terjadi. Secara substansial, pembuangan limbah ke sungai merupakan aktivitas berbahaya yang semestinya sangat dihindari bahkan dilarang.
Menurutnya, persoalannya bukan hanya bahwa limbah dibuang saat debit sungai sangat rendah. Persoalan lainnya adalah jika limbah tersebut tidak diproses maksimal sebelum dialirkan ke sungai, akan sangat mengancam keberlanjutan ekosistem sungai dan kehidupan masyarakat.
Limbah yang tidak melalui proses pengolahan optimal, lanjutnya, akan mengadung racun yang berbahaya. Jika dampak tersebut disadari dengan baik, namun pihak perusahaan melakukan tindakan tersebut secara sengaja, maka ini merupakan suatu tindakan kejahatan korporasi (corporate crime).
"Di titik inilah pemerintah harus mengambil tindakan tegas dan penegakan hukum untuk upaya penyelamatan dan pemulihan ekosistem sungai Ciujung,” kata Kurniawan melalui rilis yang diterima Republika, Rabu (8/10) malam.
Kurniawan membeberkan Laporan Hasil Audit Lingkungan Wajib Kegiatan PT IKPP Serang berdasarkan surat Kementerian Lingkungan Hidup No. B-6585/Dep.I/LH/07/2011 tanggal 21 juli 2011.
Laporan itu menyatakan bahwa PT IKPP memiliki tiga Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang terdiri dari IPAL 1, IPAL 2, dan IPAL 3.
Proses dari ketiga IPAL tersebut tetap menghasilkan limbah yang harus dibuang baik dalam bentuk limbah padat, gas dan cair. Menurutnya, kinerja dari ketiga IPAL itu pun belum optimal. Misalnya IPAL 1 dan 2, masih mengalami effluent limbah ke Sungai Ciujung sebanyak 5.000 – 6.000 m3/hari untuk IPAl 1 dan 22.000 – 24.000 m3/hari untuk IPAL 2.
Selain Itu, IPAL 2 mengeluarkan konsentrasi kandungan limbah Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebanyak 26 persen melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) dari baku mutu yang ditetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. Sedangkan pada IPAL 3, BOD melebihi baku mutu sebanyak 145 persen dan 143 persen untuk COD.
Berdasarkan laporan audit tersebut, lanjutnya, ditemukan bahwa PT IKPP telah melakukan pelanggaran setidaknya 15 pasal terkait peraturan dan perundang-undangan.
Pada Rabu siang, Walhi melaporkan pencemaran sungai Ciujung ke Kementerian Lingkungan Hidup. Pelaporan tersebut diterima oleh dua Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KLH RI, Mariam dan Wawan.
Menurut Kurniawan, kedua penyidik menegaskan bahwa pelaporan akan segera ditindaklanjuti dengan peninjauan langsung ke lapangan dan mempelajari seluruh dokumen yang diterima.
Dokumen tersebut termasuk laporan hasil Audit Lingkungan Wajib Kegiatan PT IKPP, serta rekomendasi-rekomendasi yang sudah ada sebelumnya.
Terkait dugaan pencemaran, kedua penyidik mengatakan akan diperiksa sesuai dengan aturan yang berlaku untuk bisa membuktikan hal tersebut. KLH akan mengupayakan segera tim yang akan memeriksa di lapangan.
Menurut Kurniawan, kasus tersebut sebenarnya sudah berlarut-larut. KLH semestinya sudah melakukan upaya penegakan hukum yang lebih tegas. Apalagi, laporan audit tersebut juga telah menegaskan rekomendasi yang mesti dilakukan oleh PT IKPP dan pemerintah daerah untuk pemulihan sungai Ciujung.
"Namun, sampai saat ini belum ada perkembangan terkait implementasi rekomendasi tersebut dan bahkan pencemaran sungai Ciujung masih berlanjut hingga saat ini," kata Kurniawan.