REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) meminta Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menghitung angka pengangguran di Jakarta sesuai dengan kartu tanda penduduk domisili warga.
"Pokoknya saya minta BPS agar hitung angka pengangguran itu sesuai KTP domisili, " katanya di Balaikota Jakarta, Jumat. Menurut dia, cara menghitung angka pengangguran yang dilakukan oleh BPS tidak sesuai dengan cara hitungnya (Ahok, red.).
"Itu yang saya bilang ke BPS, mereka ukur angka pengangguran dan kemiskinan asal ada orang di Jakarta, yang kita mau ini KTP, kalau bukan KTP DKI saya tidak akan hitung," katanya.
Menurut dia, penghitungan dengan menggunakan indikator 250 kalori tidak tepat. "Lebih tepat jika kita menggunakan indikator kebutuhan hidup layak (KHL)," kata pria yang pernah menjadi Wali Kota Belitung Timur itu.
Ia mengatakan jika menggunakan indikator 250 kalori, per bulan hanya akan mencapai Rp347.500, sedangkan jika menggunakan KHL per bulan bisa mencapai Rp 2,4 juta.
Pria yang biasa disapa Ahok ini, menyatakan perhitungan yang dilakukan oleh BPS, baik itu angka pengangguran dan kemiskinan di Jakarta, tidak bisa didata. "Orang luar yang datang pun asal ada nyawa dihitung, termasuk orang yang tinggal di pinggiran rel kereta juga dihitung," ujarnya.
Ketika ditanya terkait upah minimum provinsi, Ahok hanya mengatakan kenaikannya tidak akan banyak. "Saya kira tidak akan naik banyak," katanya.