REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Negara-negara anggota Dana Moneter Internasional (IMF) sepakat bahwa pertumbuhan ekonomi dunia harus didorong. Semua negara juga diimbau untuk meningkatkan pertumbuhan dengan tidak mengetatkan anggaran. Kesepakatan tersebut diambil pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington pada Sabtu (11/10) lalu.
Atas nama IMF, Komite Finansial dan Moneter Internasional mengatakan, beberapa negara menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan angka pengangguran yang tinggi. Negara yang paling diperhatikan adalah Eropa. Eurozone tengah mengalami risiko resesi. Sedangkan ekspansi Cina pun melambat. "Fokus pada pertumbuhan menjadi prioritas," ujar Komite tersebut pada Sabtu (11/10).
IMF baru saja memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,3 persen dari 3,4 persen. Langkah tersebut merupakan ketiga kalinya IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia.
Merespons hal tersebut, Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi mengatakan, dampak pengetatan fiskal di eurozone akan segera menghilang. Sedangkan Menteri Keuangan Jerman Wolfgang Schaeuble menyangkal bahwa eurozone tengah menghadapi risiko resesi.
Sementara itu, bank sentral AS, the Federal Reserve, melihat perlambatan ekonomi dunia sebagai hambatan pada kenaikan suku bunga AS. Kenaikan suku bunga AS kemungkinan ditunda karena adanya perlambatan ekonomi dunia tersebut.
"Dalam menentukan kebijakan moneter, kami selalu memperhatikan kondisi ekonomi global dan konsekuensinya terhadap prospek ekonomi AS," ujar Wakil Gubernur the Fed Stanley Fischer. IMF juga meminta negara-negara anggota berinvestasi lebih besar di infrastruktur agar menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pertumbuhaan.
Dalam pernyataannya di pertemuan tersebut, Menteri Keuangan Indonesia, Chatib Basri, mengatakan, Pemerintahan baru berkomitmen untuk mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap pada 2015 sehingga akan menambahkan anggaran untuk infrastruktur dan perkembangan sosial.
Ditemui di kantornya, Chatib mengatakan bahwa saat ini dunia sedang memasuki pertumbuhan ekonomi negara emerging market yang melambat. Perlambatan diprediksikan akan terjadi hingga 2015. Risiko yang menurutnya paling penting diperhatikan oleh negara-negara berkembang adalah normalisasi kebijakan the Fed. "Risiko dari itu kelihatan mungkin terjadi. Kita berharap, market sudah mulai price in," ujarnya.