REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Sekretaris Jenderal DPP PPP Muhammad Romahurmuziy, mengatakan penyelenggaraan Muktamar VIII PPP di Surabaya pada 15-18 Oktober 2014, sah karena memiliki legitimasi lebih dari cukup.
"Ada beberapa pertimbangan yang mendasari keabsahan muktamar tersebut," kata Muhammad Romahurmuziy melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Selasa (14/10).
Menurut Romy, panggilan Romahurmuziy, beberapa pertimbangan tersebut, pertama, diputuskan adalam rapat Pengrus Harian Pusat pada 9 September 2014 yang agendanya pembentukan panitia muktamar. Kedua, keputusan musyawarah kerja nasional (Mukernas) PPP di Bogor pada 23-24 April 2014 yang salah satu keputusannya mengamanahkan kepada DPP PPP untuk menyelenggarakan muktamar paling lambat sebulan setelah pemilu presiden.
"Berdasarkan Anggaran Dasar (AD) PPP pasal 54 menyebutkan, Mukernas berwenang mengubah waktu penyelenggaraan muktamar," katanya.
Ketiga, sesuai amanah AD PPP pasal 51 menyebutkan, penyelenggara muktamar adalah DPP PPP. Menurut Romy, DPP PPP telah memutuskan pelaksanaan muktamar VIII di Surabaya sesuai hasil rapat PHP PPP.
Keempat, Anggaran Rumah Tangga (ART) PPP pasal 8 menyebutkan, dalam hal ketua umum berhalangan, maka digantikan oleh wakil ketua umum. "Keputusan partai yang telah ditetapkan secara sah semestinya
semestinya dijalankan. adanya pihak yang tidak setuju tas keputusan tersebut tidak dapat menggugurkan keabsahan," katanya.
Kelima, keabsahan muktamar ditentukan oleh kehadiran peserta seperti pada pasal 23 ART PPP yakni lebih dari separuh jumlah DPW dan DPC PPP. Menurut Romy, pada Selasa sore, jumlah peserta yang hadir dari
DPW dan DPC sudah melampaui dari persyaratan dalam ART PPP.
"Insya Allah pelaksanaan muktamar berjalan lancar," katanya.
Sementara itu, Ketua DPP PPP Fernita menegaskan, keputusan Mahkamah Partai PPP mewajibkan islah di antara dua kelompok di PPP paling lambat sepekan setelah keputusan atau sampai Sabtu (18/10). Menurut Fernita yang berada di kelompok Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mengatakan, keputusan Mahkamah partai itu sesuai dengan UU No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik serta sesuai dengan AD/ART partai.
Keputusan Mahkamah Partai itu, kata dia, bersifat final dan mengikat. Berdasarkan keputusan tersebut, kata Fernita, jika ada kelompok yang menyelenggarakan muktamar sebelum melakukan islah, maka muktamar yang diselenggarakan batal demi hukum.