REPUBLIKA.CO.ID,DEPOK—Nama Sekolah Masjid Terminal (Master) Depok sudah tersohor di seantero Indonesia karena berhasil membina para anak jalanan ke gerbang pendidikan formal. Namun, di balik kebanggaan itu menyeruak lagi isu pembongkaran yang beberapa waktu lalu sempat santer terdengar.
"Termasuk bangunan yang akan dibongkar karena revitalisasi Terminal Depok adalah masjid," kata pendiri Sekolah Master Nurrohim, Rabu (15/10).
Akibat program Pemkot depok tersebut, semua bangunan kios, lapak pedagang, dan rumah di sekitar masjid itu telah dibongkar pada Rabu sepekan lalu.
Menurut Nurrohim, masjid yang menjadi tonggak berdirinya sekolah anak jalanan itu berdiri sejak tahun 2000 di atas tanah pemerintah seluas 500 meter persegi. PT Purnama sebagai pengembang pertama terminal Depok telah menghibahkan tanah itu ke Yayasan Master.
Hal ini pernah memicu konflik antara Sekolah Master dan pemerintah kota Depok. "Dulu itu tanah hibah, karena tak diurus akhirnya diambil lagi oleh pemerintah," kata Nurrohim.
Sebetulnya, pihak Sekolah Master tidak keberatan jika masjid itu dibongkar. Lantaran sebuah bangunan masjid pengganti telah berdiri. Namun, Rohim berharap ada negosiasi dengan pemerintah dan pengembang tentang ganti rugi bangunan.
"Nanti ada pembicaraan langsung oleh Master, pemda, dan pengembang untuk kesamaan persepsi. Kalau kita setuju (dibongkar), cuman harus ada win win solution," katanya.
Dari 7.000 meter persegi tanah yang ditempati Master, ada 1.500 meter persegi tanah yang bersinggungan dengan pembangunan terminal terpadu tersebut. Tanah seluas 500 meter milik pemerintah berdiri masjid milik Master. Sedangkan 1.000 meter persegi adalah tanah dan bangunan milik Master sendiri.
Kepala Satpol PP Kota Depok Nina Suzana mengatakan, Sekolah Master tidak akan dibongkar karena bukan di lahan Pemda. Untuk bangunan yang ada di lahan Pemda sudah dibongkar.
"Sisanya seperti masjid bertahap karena takut mengganggu tembok-tembok pembatas, takut roboh semua," katanya.