REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Pengajuan perubahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Austria tentang pertumbuhan masyarakat Islam, dituduh melanggar hak-hak konstitusional 500 ribu warga Muslim yang berdiam di Austria, seperti yang dilaporkan //Wolrd Bulletin//, Selasa (14/10).
Pemerintah Austria mengajukan perubahan RUU tersebut ke parlemen pada 2 Oktober kemarin. Diketahui, RUU itu melarang dana asing mengalir ke organisasi-organisasi Islam dan mewajibkan umat Islam untuk menyetujui terjemahan Al Quran dari Jerman maupun teks-teks agama lainya.
Perubahan itu dimaksudkan untuk merombak Hukum Islam Austria, karena khawatir meningkatnya ekstrimisme. Selain itu, RUU tersebut juga melarang ulama dari luar negeri untuk berdakwah di Austria. Padahal, saat ini, sekitar 300 imam bekerja di negara itu, termasuk 65 ulama Turki.
Menteri Luar Negeri dan Intergrasi Sebastian Kurz mengatakan, amandemen tersebut dibutuhkan dalam waktu dan kondisi saat ini. Menurut mereka, RUU ini bertujuan untuk mencegah munculnya ekstrimisme.
Austria adalah rumah bagi 500 ribu warga Muslim, jumlah tersebut sekitar enam persen dari dari total penduduk Austria dan menjadi rumah bagi pemeluk agama minoritas non Kristen terbesar di negara itu.
"Pesan yang sangat jelas bahwa seharusnya tidak ada kontradiksi antara Muslim Austria dan warga kebanggaan Austria." tegasnya.
Kementerian Dalam Negeri Autria telah mengkalim bahwa sekitar 140 Muslim diyakini telah bergabung dengan ISIS, yang beroperasi di ISIS.