REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga saat ini Presiden dan Wapres terpilih Joko Widodo - Jusuf Kalla masih merahasiakan siapa saja tokoh yang akan ditunjuk menjadi menteri. Peneliti The Political Literacy Institute Adi Prayitno berharap Jokowi-Jk tidak memilih tokoh yang tidak pro dengan nasib rakyat.
Adi mengatakan Jokowi-JK sebaiknya tidak memilih tokoh-tokoh yang dinilai memikiki kebijakan neoliberal, seperti mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Keuangan Chatib Basari. Menurutnya masuknya sejumlah ekonom neolib dalam radar menteri Jokowi tentu sangat melukai perasaan publik.
"Sepertinya Jokowi ingin memainkan kepercayaan publik sebagai representasi wong cilik," kata Adi saat dihubungi Republika, Kamis (16/10).
Ia melanjutkan, saat ini yang santer terdengar adalah Sri Mulyani yang digadang-gadangkan cocok menempati posisi Menteri Perekonomian kabinet Jokowi-JK, sementara Chatib dianggap cocok menempati menteri keuangan. Padahal menurutnya, Sri Mulyani dan Chatib sangat lekat dengan kebijakannya hutang luar negeri dengan suku bunga yang tinggi.
"Dua sosok ini menganut mahzab neoliberalisme dalam pemikiran ekonominya yang tentunya sangat bertentangan dengan jargon Jokowi yang pro rakyat dan Soekarnois," jelasnya.
Adi menambahkan jika Jokowi tetap memasukan nama dua itu sebagi menteri, bisa dikatakan pemerintahan Jokowi sama saja dengan pemerintah-pemerintah sebelumnya. Apalagi ada kasus menggantung yang dihadapi Sri Mulyani, terutama soal kasus Bank Century.
Ia menilai jika pada akhirnya Jokowi-Jk kembali memilih Sri Mulyani sebagai menteri, itu artinya keduanya membohongi rakyat.
"Jokowi hanya berlindung dibalik nama Soekarno yang nasionalis dan menjadikan rakyat sebagai tameng dirinya dari kritik," katanya.