REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah difabel tuli mengutarakan harapannya kepada presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla. Salah satu keinginan mereka adalah diakuinya Bisindo sebagai bahasa bagi kaum tuli.
Ketua Gerakan Kesejahteraan Tuli Indonesia (Gerkatin) DIY, Fani, mengatakan harapannya terhadap presiden baru adalah dengan diakuinya Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) sebagai bahasa yang layak dipakai.
Fani menjelaskan, selama ini Bisindo kerap diklaim sebagai bahasa yang tak layak bagi anak tuli, hal ini terbukti masih banyaknya sekolah luar biasa (SLB) yang masih memaksakan siswanya menggunakan bahasa Oral.
Padahal, memaksakan bahasa oral ke anak difabel tuli sama saja membuatnya harus mendengar. "Bahasa isyarat itu bahasa ibu, mengapa sangat sedikit anak tuli yang bisa mengakses pendidikan," kata Fani, Senin (20/10).
Mereka, jelas dia, tidak paham apa yang diajarkan gurunya yang memakai bahasa oral dan anak tuli sering dibilang bodoh. Menurut Fani, sistem pembelajaran yang tepat bagi tuli adalah dengan dua cara. Yaitu, bilingual antara Bisindo dengan oral dengan adanya sosialisasi melalui teks maupun visual.
Fani berharap agar pemerintah bisa membantu para difabel untuk memenuhi hak-hak para difabel, misalnya, aksesibilitas visual untuk tuli serta pelayanan yang ramah tuli.
"Kalau tidak bisa bahasa isyarat juga tidak apa-apa, tunjukkan kami gambar atau tulis di kertas, bukan berteriak pada kami karena kami tidak mendengar," kata Fani.