REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Presiden Petro Poroshenko meminta digelarnya pemungutan suara menyusul digulingkannya pemimpin pro-Rusia pada awal tahun ini. Pemilihan ini dilakukan guna memperkuat arah negara tersebut.
Meskipun begitu, pemungutan suara ini dibayang-bayangi oleh konflik Ukraina timur yang masih berlanjut. Sekitar tiga juta warga di Donetsk dan Luhansk tak akan mengikuti pemilu ini.
Para pemberontak tersebut akan menggelar pemilunya sendiri pada bulan depan. Sekitar 1.8 juta warga di Crimea pun juga tak ikut berpartisipasi dalam pemilu ini.
Pemilu ini juga dilakukan di tengah-tengah krisis energi setelah Rusia memotong pasokan gasnya ke Ukraina pada Juni lalu menyusul sengketa pembayaran gas. Perekomian Ukraina juga dilaporkan jatuh.
Pemerintah Ukraina berharap pemilu ini dapat menstabilkan negara tersebut. Setengah dari 450 kursi parlemen akan dialokasikan secara proporsional sesuai dengan sistem daftar partai. Partai pun harus meraih suara lebih dari 5 persen untuk mendapatkan kursi.
"Setidaknya kami akan memilih pemimpin pro-Ukraina dan bukan pro-Moskow, pemimpin yang anti-korupsi, dan pro-parlemen Eropa," kata Poroshenko.