REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Diponegoro, Semarang, Budi Setiono, menilai Menkumham Yasona H Laoly blunder ketika menyikapi konflik PPP. Bukan berupaya melakukan islah namun justru memperkeruh keadaannya.
Dikatakannya, ada indikasi keanehan dalam konflik PPP saat ini. Keanehan yang cukup mencolok yakni keluarnya SK Keputusan Menkum dan HAM yang dinilai melanggar UU Partai Politik.
"Dalam UU Parpol yakni penyelesaian konflik hanya internal partai dan penentu akhir adalah pengadilan yang keputusannya harus merujuk dan memperkuat kewenangan Mahkamah Partai," ujar Budi, saat dihubungi, Rabu (29/10)
Di sisi lain, Jokowi diduga melakukan desain melalui orang-orang di kalangannya untuk bermain di dalam perpecahan PPP.
"Bukti nyata ditunjukkan SK dari Menkum dan HAM yang mendahului dari keputusan Mahkamah partai," ucap Budi.
Seyogyanya, semacam apapun perbedaan pendapat setelah diputuskan dalam sebuah keputusan yang baku (Mahkamah Partai), maka semua pihak wajib mentaati keputusan tersebut. "Tidak ada opsi keputusan yang berbeda," tutupnya.
Sementara itu, antusias DPW-DPW untuk memenuhi undangan Muktamara Islah sangat hangat. Seperti jajaran Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan Jawa Tengah mengaku siap menghadiri Muktamar Islah PPP yang direncanakan berlangsung pada 30 Oktober-2 November 2014 di Hotel Sahid Jakarta.
“Insya Allah semua DPC PPP di Jateng akan menghadiri muktamar di Jakarta,” kata Wakil Ketua DPW PPP Jateng, Istajib.
Sedangkan tema dalam Muktamar PPP di Jakarta adalah Islah Nasional Untuk Rakyat yang bermakna bagaimana islah dimaknai sebagai sebuah maksud kembali merukunkan persaudaraan antar bangsa pascapemilu.