Ahad 02 Nov 2014 15:03 WIB

PBNU: NKRI Sudah Final, Tidak Bisa Diganggu Gugat

Rep: c60/ Red: Agung Sasongko
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Sirajd
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Sirajd

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menilai, semangat Khilafah Islamiyah yang digagas untuk Indonesia haruslah sesuai dengan semangat nasionalisme.  Sebab Nasionalisme di Indonesia merupakan wadah bagi berbagai banyak perbedaan yang terdapat di Indonesia.

Menurut Ketua Umum PBNU, Said Aqil Sirajd, nasionalisme merupakan konsep yang cukup sempurna untuk kekhalifahan atau kepemimpinan bagi negara yang penuh dengan keragaman agama, suku dan budaya keragaman seperti Indonesia.

“Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sudah final, tidak bisa diganggu gugat,” ujar Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siraj dalam konferensi pers di Gedung PBNU, Jakarta, Ahad (2/10).

Untuk itu, ide Khilafah Islamiyah harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada di sebuah negara. “Bahwa Indonesia harus ada kholifah, itu iya. Namun juga harus ada sinergi Khilafah dengan semangat wathoniah, kebangsaan dan nasionalisme,” ujar Said.

Penekanan NU terhadap Ide nasionalisme kebangsaan inilah yang membedakan gagasan Khilafah Islamiyah NU dan Khilafah Islamiyah organisasi lain. “Khilafah harus tetap nasionlais, memiliki semangat kebangsaan. Dan ini berbeda dengan konsep khilafah HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dan ISIS,” ujar Said.

Terutama, konsep NKRI, menurut dia merupakan hasil perjanjian para pendiri bangsa untuk mempersatukan kemajemukan bangsa Indonesia. Keutuhan inilah yang membuat bangsa Indonesia dapat merebut kemerdekaan.

Sebaliknya gagasan yang hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain akan menimbulkan perpecahan. “Perpecahan akan menimbulkan mafsadah (keburukan) yang lebih besar,” sebagaimana ditulis dalam keterangan pers PBNU.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement